Wednesday 22 February 2012

Status anak yang lahir diluar nikah Islam

Semua madzhab yang empat (Madzhab Hanafi, Malikiy, Syafi?i dan
Hambali) telah sepakat bahwa anak hasil zina itu tidak memiliki nasab
dari pihak laki-laki, dalam arti dia itu tidak memiliki bapak,
meskipun si laki-laki yang menzinahinya dan yang mena-burkan benih itu
mengaku bahwa dia itu anaknya. Pengakuan ini tidak dianggap, karena
anak tersebut hasil hubungan di luar nikah. Di dalam hal ini, sama
saja baik si wanita yang dizinai itu bersuami atau pun tidak bersuami.
Jadi anak itu tidak berbapak. (Al Mabsuth 17/154, Asy Syarhul Kabir
3/412, Al Kharsyi 6/101, Al Qawanin hal : 338, dan Ar Raudlah 6/44.
dikutip dari Taisiril Fiqh 2/828.)Hal ini berdasarkan sabda
Rasulullah: "Anak itu bagi (pemilik) firasy dan bagi laki-laki pezina
adalah batu (kerugian dan penyesalan)." (HR: Al-Bukhari dan Muslim)

Firasy adalah tempat tidur dan di sini maksudnya adalah si istri yang
pernah digauli suaminya atau budak wanita yang telah digauli tuannya,
keduanya dinamakan firasy karena si suami atau si tuan menggaulinya
atau tidur bersamanya. Sedangkan makna hadits tersebut yakni anak itu
dinasab-kan kepada pemilik firasy. Namun karena si pezina itu bukan
suami maka anaknya tidak dinasabkan kepadanya dan dia hanya
mendapatkan kekecewaan dan penyesalan saja. (Taudlihul Ahkam 5/103.)

Dikatakan di dalam kitab Al-Mabsuth, "Seorang laki-laki mengaku
berzina dengan seorang wanita merdeka dan (dia mengakui) bahwa anak
ini anak dari hasil zina dan si wanita membenarkannya, maka nasab (si
anak itu) tidak terkait dengannya, berdasarkan sabda Rasulullah: "Anak
itu bagi pemilik firasy, dan bagi laki-laki pezina adalah batu
(kerugian dan penyesalan)" (HR: Al Bukhari dan Muslim)

Rasulullah telah menjadikan kerugian dan penyesalan bagi si laki-laki
pezina, yaitu maksudnya tidak ada hak nasab bagi si laki-laki pezina,
sedangkan penafian (peniadaan) nasab itu adalah murni hak Allah
Subhanahu wa Ta'ala. (Al Mabsuth 17/154)

Ibnu Abdil Barr berkata, Nabi bersabda, "Dan bagi laki-laki pezina
adalah batu (kerugian dan penyesalan)? Maka beliau menafikan
(meniadakan) adanya nasab anak zina di dalam Islam." (At Tamhid 6/183
dari At Taisir)

Oleh karena itu anak hasil zina itu tidak dinasabkan kepada laki-laki
yang berzina maka :


Anak itu tidak berbapak.


Anak itu tidak saling mewarisi de-ngan laki-laki itu.

Bila anak itu perempuan dan di kala dewasa ingin menikah, maka walinya
adalah wali hakim, karena dia itu tidak memiliki wali.

Rasulullah bersabda, "Maka sulthan (pihak yang berwenang) adalah wali
bagi orang yang tidak memiliki wali?" (Hadits hasan Riwayat Asy
Syafi\'iy, Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah.)

Satu masalah lagi yaitu bila si wanita yang dizinahi itu dinikahi
sebelum beristibra dengan satu kali haidh, lalu digauli dan hamil
terus melahirkan anak, atau dinikahi sewaktu hamil, kemudian setelah
anak hasil perzinahan itu lahir, wanita itu hamil lagi dari pernikahan
yang telah dijelaskan di muka bahwa pernikahan ini adalah haram atau
tidak sah, maka bagaimana status anak yang baru terlahir itu ?

Bila si orang itu meyakini bahwa pernikahannya itu sah, baik karena
taqlid kepada orang yang memboleh-kannya atau dia tidak mengetahui
bahwa pernikahannya itu tidak sah, maka status anak yang terlahir
akibat pernikahan itu adalah anaknya dan dinasabkan kepadanya,
sebagaimana yang diisyaratkan oleh Ibnu Qudamah tentang pernikahan
wanita di masa ?iddahnya di saat mereka tidak mengetahui bahwa
pernikahan itu tidak sah atau karena mereka tidak mengetahui bahwa
wanita itu sedang dalam masa ?iddahnya, maka anak yang terlahir itu
tetap dinisbatkan kepada-nya padahal pernikahan di masa ?iddah itu
batal dengan ijma para ulama, berarti penetapan nasab hasil pernikahan
di atas adalah lebih berhak. (Al-Mughniy 6/455.)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan hal serupa,
beliau berkata, ?Barangsiapa menggauli wanita dengan keadaan yang dia
yakini pernikahan (yang sah), maka nasab (anak) diikutkan kepadanya,
dan dengannya berkaitanlah masalah mushaharah (kekerabatan) dengan
kesepakatan ulama sesuai yang saya ketahui, meskipun pada hakikatnya
pernikahan itu batil di hadapan Allah dan Rasul-Nya, dan begitu juga
setiap hubungan badan yang dia yakini tidak haram padahal sebenarnya
haram, (maka nasabnya tetap diikutkan kepadanya). (Dinukil dari
nukilan Al Bassam dalam Taudlihul Ahkam 5/104)

Semoga orang yang keliru menyadari kekeliruannya dan kembali taubat
kepada Allah Subhanahu wa Ta\'ala, sesungguhnya Dia Maha luas
ampunannya dan Maha berat siksanya.

Media.info.net