Saturday 18 December 2010

Suara gamelan Kartini

Kaudengarkah suara gamelan
tak putus-putusnya dilantunkan
di pendapa agung yang dijaga
tiang-tiang perkasa
hanya untuk mengalunkan
tembang-tembang lara?
….

Demikian sepotong sajak "Dari Raden Ajeng Kartini untuk Maria Magdalena", karya Joko Pinurbo di kumpulan puisinya, Celana. Saat membaca bait-bait sajak tersebut, Sofyan Rosyidi "membayangkan Kartini sedang bersandar di kursi goyang berukir indah. Matanya mungkin langsung memejam. Tapi ingatannya melanglang pergi, menyambangi bertumpuk kenangan yang telah jauh. Tumpukan kenangan dari kesilaman yang dikenangnya dengan perih: saat ia dipingit pada usia menginjak dua belas tahun."

Lewat sepucuk surat untuk nona Zeehandelaar, Kartini mengisahkan kenangannya saat menjalani masa "tutupan" alias pingitan itu. "Saya dikurung di dalam rumah, seorang diri, sunyi senyap terasing dari dunia luar…. Betapa saya dapat menahan kehidupan yang demikian, tiadalah saya tahu. Hanya yang saya tahu, masa itu amat sengsaranya," tulisnya di surat bertanggal 25 Mei 1899.

Saat itu, cuma tetabuhan gamelan yang menjadi hiburannya. Dan bagi seorang yang sedang menanggung siksa dan lara, alunan gamelan itu kedengaran bukan seperti suara dari tembaga, kayu atau kulit kendang, melainkan lebih terasa sebagai suara yang keluar dari sukma manusia, meresap ke dalam hati, kadang berujud keluh-kesah, sebentar lagi meratap-menangis, sekali-kali seperti gelak tawa. Saya kira, itulah sebabnya kenapa Kartini pernah menyebut alunan suara gamelan sebagai "bunyi jelita yang sedih".

Bunyi jelita Kartini yang meratap sedih itu diratapkan kembali dengan lebih menyayat oleh PejalanJauh:

Pada Juni 1903, Kartini akhirnya berhasil mendirikan sekolah gadis di kota kelahirannya. Baru sebulan ia dikerkah kesibukan sebagai guru, Kartini lagi-lagi dihardik oleh sebuah situasi yang memaksanya merumuskan ulang segala pendirian yang jauh sebelumnya telah ia pancangkan. Situasi kritis itu datang lewat sepucuk surat. Bukan sembarang surat, melainkan surat lamaran pernikahan dari Bupati Rembang, R.M. Adipati Joyoadiningrat. Ajaibnya, Kartini menerima lamaran itu. Kartini resmi melepas masa lajangnya pada 8 November 1903.

Pernikahan ini jauh lebih ajaib daripada pembatalan kepergiannya ke Belanda. Berkali-kali Kartini mengutarakan dalam surat-suratnya (baik kepada keluarga Abendanon, Ovink Soer maupun Stella) tekad bulat untuk tidak menikah. Simak kata-katanya yang sungguh telengas ini: "Kerja yang serendah-rendahnya maulah aku mengerjakannya dengan berbesar hati dan dengan sungguh-sungguh, asalkan aku tiada kawin, dan aku bebas!"

Kebencian Kartini pada institusi pernikahan bukan semata karena perempuan tidak akan bebas lagi begitu ia menikah, tetapi terutama karena faktor poligami. Kartini tahu benar sakit dan perihnya poligami karena ibundanya sendiri adalah korban poligami. Ia yakin, tak ada satu pun perempuan yang mau disakiti dengan poligami. Masalahnya, membenci dan mencerca poligami berarti ia juga harus berhadapan dengan bapaknya, pelaku langsung poligami. Bagaimana bisa Kartini membenci orang yang paling ia kasihi?

… Saya curiga, jangan-jangan saat di mana Kartini menerima lamaran itu adalah titik di mana Kartini, pinjam kata-kata Sosiawan Leak dalam sajak Tragedi, "…hanya merasakan keheningan yang cekam, kesepian yang tajam, saat kilau sebilah pisau mantul risaumu, digenggam sosok berwajah kelabu."

Sudah sejak dulu ia merasa sendiri. Segala maksud baiknya kerap dilecehkan justru oleh pihak-pihak yang mana pengorbanannya hendak ia labuhkan. Sepintas, Sang Bapak seperti menerima dan menyokong cita-cita dan pendirian Kartini. Tapi tidak sebagai sebuah keseluruhan. Di rumah, yang benar-benar mengerti dirinya hanya dua adiknya, Roekmini dan Kardinah. Sosorokartono, abangnya, terlampau jarang mereka bersua. Itulah sebabnya ia tekun menulis surat pada siapa saja yang mendengarkan dan mendukung keyakinannya. Di pundak Djoyoadiningrat-lah ia berharap bisa berbagi kesendirian, berbagi pendirian, dan saling menyokong cita-cita satu sama lain.
Pelan tapi pasti, gugusan pengalaman hidup yang penuh sedih dan gembira, pertentangan tanpa henti antara cita-cita dan kenyataan, pergolakan untuk berbakti pada orang tua atau bagi kaum dan masyarakatnya, berhasil memaksa Kartini untuk merumuskan ulang dirinya, cita-citanya, pendiriannya, termasuk segala hal ihwal yang sebelumnya ia anggap sebagai momok. Dalam rumusannya yang baru, sesuatu yang dulu dicap sebagai momok coba ia manfaatkan sebagai peluang. Pernikahan poligami yang ia terima adalah contohnya.


Ya, pernikahan R.A. Kartini sebagai istri keempat Bupati Rembang itu merupakan paradoks. Di satu sisi, pernikahannya itu dapat dipandang sebagai peluang, tetapi di sisi lain, pernikahannya yang poligamis itu dapat pula dilihat sebagai kegagalannya. Ny Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid dalam jumpa pers menjelang peringatan Hari Kartini, di Wisma Negara, Jakarta, Kamis (19/4/2001), menerangkan:

Kartini juga manusia biasa, bukan dewi. Oleh karena itu, ia juga mengalami kegagalan. Contohnya, Kartini tidak sanggup melawan kekuatan budaya patriarkhi yang berkaitan erat dengan para menak yang menjadikan Kartini sebagi istri yang kesekian dari seorang bupati. Bukankah itu suatu kegagalan? Dia gagal menolak poligami karena sebetulnya ia berontak terhadap masalah itu. Ia tidak berhasil melepaskan diri dari poligami.

Tetapi saat menjadi istri Bupati Rembang itulah Kartini justru bisa merealisasikan sebagian cita-citanya untuk menyediakan pengajaran bagi perempuan bumiputera. Sang Suami memang dikenal sebagai bupati yang sudah berpikiran maju dan mendukung ide-ide Kartini. "Saya mengucap syukur, membiarkan saya dibimbing oleh seorang yang ditunjukkan oleh Allah Yang Mahakuasa menjadi kawan saya seperjalanan menempuh hidup…" tulisnya kepada keluarga Abendanon. Lupakah Kartini pada ucapan telengasnya tentang perkawinan paksa dan poligami dahulu?

Demikian pertanyaan dari Sofyan Rosyidi. Terhadap pertanyaan semacam itu, telah tersedia jawaban oleh Sri Suhandjati Sukri melalui artikelnya, "Kartini Kritik Metode Pendidikan Agama":

Kartini pernah menyatakan kekesalannya terhadap metode pengajaran agama yang tidak membuka peluang untuk berdialog. Hal ini pernah diungkapkan dalam surat yang ditujukan kepada Ny Abendanon. Guru mengaji pada waktu itu umumnya menyampaikan ajaran agama secara indoktrinatif. Maka, posisi Kartini hanya sebagai penerima informasi yang pasif. Metode penyampaian ajaran yang demikian tidak membuka peluang berkembangnya pemikiran yang dapat mendukung peningkatan pemahaman dan kesadaran untuk melaksanakan ajaran agama.

Gejolak jiwa Kartini untuk dapat memahami agamanya secara lebih baik, terpenuhi setelah dia bertemu dengan Kiai Saleh Darat, seorang ulama kelahiran Kedungcumpleng, Mayong, Jepara. Ulama ini dikenal sebagai seorang yang berpandangan luas dan mempunyai metode yang tepat dalam penyampaian ajaran agama. Misalnya, untuk memudahkan masyarakat Jawa memahami ajaran agamanya, Kiai Saleh Darat menulis kitab fikih dan tafsir dalam huruf arab pegon. Dengan demikian, masyarakat Jawa mudah untuk membacanya, sekaligus mengerti maknanya. Sebab walaupun berhuruf Arab, tetapi bahasanya Jawa.

Dari dialog dengan Kiai Saleh Darat dan membaca kitab- kitab yang ditulisnya, Kartini menemukan metode yang dapat meningkatkan pemahamannya tentang kandungan Alquran.

Hal ini menambah semangat Kartini mempelajari agamanya. Hasilnya, dia pun merasakan kedekatan dengan Tuhan. Dia mengemukakan kebahagiaannya itu kepada Ny Abendanon. Dia menyatakan telah menemukan jalan untuk mendekatkan diri pada Tuhan setelah bertahun-tahun dia cari dan rindukan.

Pemahaman yang mendalam terhadap ajaran agamanya, membawa perubahan pada jiwa Kartini. Dia menjadi lebih sabar menerima kegagalan dan hambatan yang merintangi perjuangannya. Kartini sadar akan adanya takdir Tuhan, di samping usaha manusia, termasuk perihal poligami yang dulu ditentangnya.

Perkawinannya dengan Bupati Rembang Djayadiningrat yang telah memiliki tiga istri dan tujuh orang anak dia terima sebagai takdir Tuhan yang berhikmah. Sebab suaminya termasuk orang yang mendukung pemikiran-pemikiran Kartini untuk mencerdaskan kaum perempuan.

Thursday 12 August 2010

Kesalahan demokrasi

Manhaj, 20 Maret 2004,

DEMOKRASI
Syaikh Abu Nashr Muhammad bin 'Abdillah Al Imam

Definisi Demokrasi
Abdul Ghani Ar Rahhal di dalam bukunya, Al Islamiyyun wa Sarah Ad
Dimuqrathiyyah mendefinisikan demokrasi sebagai "kekuasaan rakyat oleh
rakyat". Rakyat adalah sumber kekuasaan.
Ia juga menyebutkan bahwa orang yang pertama kali mengungkap teori demokrasi
adalah Plato. Menurut Plato, sumber kekuasaan adalah keinginan yang satu
bukan majemuk. Definisi ini juga yang dikatakan oleh Muhammad Quthb dalam
bukunya Madzahib Fikriyyah Mu'ashirah. Dan juga oleh penulis buku Ad
Dimuqrathiyyah fi Al Islam serta yang lainnya.
Perkembangan Demokrasi
Revolusi Prancis tercetus dengan semboyannya yang terkenal "kebebasan,
persaudaraan, dan persamaan ." Prancis memasukkan demokrasi ke dalam
undang-undang dasarnya di bawah judul Hak-Hak Asasi Manusia pada pasal
ketiga :
"Rakyat adalah sumber dan gudang kekuasaan. Setiap lembaga atau individu
yang memegang kekuasaan tidak lain mengambil kekuasaan dari rakyat."
Pasal ini dimasukkan kembali pada undang-undang dasar tahun 1791 M. Di situ
disebutkan bahwa tahta kepemimpinan adalah milik rakyat. Sistem ini tidak
mengakui model pembagian kekuasaan, pengunduran diri ataupun meraih
kekuasaan dengan cara kudeta.
Kemudian paham demokrasi inipun dicantumkan di dalam undang-undang dasar
sebagian negara Arab dan Islam. Sebagai contoh di Mesir ditetapkan di dalam
undang-undang kesatu tahun 1923 serta 1956. Dan pada tahun 1971 di dalam
undang-undang tersebut terdapat teks yang menyebutkan antara lain bahwa :
"Kepemimpinan adalah milik rakyat dan rakyat adalah sumber kekuasaan menurut
cara yang dijelaskan di dalam undang-undang."
Pasal ini terdapat pada undang-undang nyaris semua negara Arab dan Islam.
Pasal semacam ini juga termaktub di dalam undang-undang Yaman, negara kami.
Pada pasal empat misalnya disebutkan :
"Rakyat adalah pemilik dan sumber kekuasaan. Kekuasaan itu bisa diperoleh
secara langsung dengan cara referendum atau lewat pemilihan umum demikian
pula mencabut kekuasaan itu dapat dilakukan secara tidak langsung melalui
lembaga legislatif, yudikatif, dan eksekutif serta melalui majelis-majelis
perwakilan yang dipilih."
Dari sini dapat diketahui bahwa demokrasi adalah "Rabb" yang berhak
menetapkan syariat.
Maka tidak samar bagi seorang Muslim bahwa ini adalah perbuatan kufur akbar,
syirik akbar, dan kezaliman yang besar. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman
mengisahkan perkataan Luqman Al Hakim :
"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar." (QS.
Luqman : 13)
Syirik apalagi yang lebih besar daripada meniadakan peribadatan kepada
Allah?
Demokrasi sendiri memiliki tiga unsur yaitu :
1. At Tasyri' (Legislatif)
Tidak ada yang berhak menetapkan peraturan kecuali demokrasi. Padahal
Allah-lah Ahkamul Hakimin (Hakim Yang Seadil-adilnya) dan Arhamur Rahimin
(Yang Maha Penyayang) yang bagi-Nya seluruh kekuasaan dan Dia Maha Kuasa
atas segala sesuatu.
Dalam demokrasi, hukum-hukum-Nya tidak lagi berlaku. Dia tidak boleh membuat
peraturan bagi hamba-hamba-Nya. Membuat peraturan adalah ujung tombak dari
undang-undang. Karena itulah dibuat peraturan demi melestarikan demokrasi.
2. Al Qadha' (Yudikatif)
Tidak diperkenankan bagi seorang penguasa pun untuk memutuskan sesuatu
kecuali berdasarkan undang-undang. Kalau tidak maka dia akan terkena
hukuman. Sebagaimana tertera pada pasal 147 undang-undang dasar negeri Yaman
:
"Memberi keputusan adalah kekuasaan tersendiri baik di dalam masalah hukum,
harta kekayaan maupun administrasi. Dan pengadilan diberi kemerdekaan untuk
memberi keputusan hukum dalam seluruh perkara perdata dan pidana. Para hakim
adalah independen, tidak ada atasan bagi mereka dalam menjatuhkan vonis
kecuali undang-undang."
Renungkanlah kata-kata "tidak ada atasan bagi mereka dalam menjatuhkan vonis
kecuali undang-undang".
3. At Tanfidz (Eksekutif)
Tidak boleh melaksanakan satu keputusan pun kecuali yang berasal dari
undang-undang. Itu berarti membekukan seluruh aturan-aturan syari'ah dan
kepada Allah-lah tempat mengadukan segala urusan. Lihatlah pada pasal 104
yang berbunyi :
"Yang menjadi pelaksana kekuasaan sebagai ganti dari rakyat adalah presiden
dan kementrian sesuai garis-garis yang telah ditentukan di dalam
undangundang."
Apabila kita telah mengetahui bahwa demokrasi merupakan sistem hidup menurut
kacamata pembuat dan pembelanya maka yakinlah kita bahwa ia tidak hendak
lengser dan berubah. Demokrasi adalah sistem sosial politik internasional
yang disokong dan disepakati oleh negara-negara besar. Demokrasi adalah
sistem dan pandangan hidup global. Tidak ada halangan bagi kelompok
pro-demokrasi untuk mengubah satu bagian atau satu kata saja dari pasal
tersebut demi kepentingan demokrasi itu sendiri. Namun itu dilakukan bukan
untuk meruntuhkannya seperti kenyataan yang kita saksikan sekarang.
"Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya tetapi kebanyakan manusia tiada
mengetahuinya." (QS. Yusuf : 21)
Di sini ada persoalan penting yakni bagaimana pandangan hukum Islam terhadap
orang yang menerima paham demokrasi tanpa adanya alasan syar'i?
Jawab :
Allah Azza wa Jalla berfirman :
"Barangsiapa mencari agama selain agama Islam maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu) dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi."
(QS. Ali Imran : 85)
Allah menjadikan orang yang menginginkan selain Islam termasuk golongan
"orang-orang yang merugi pada hari kiamat" kecuali orang tersebut belum
sampai pada apa yang dia inginkan dan belum mengerjakan apa yang dia maukan.
Allah berfirman mengisahkan kerugian orang ini :
Dan barangsiapa yang ringan timbangannya maka mereka itulah orang-orang yang
merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahannam. Muka
mereka dibakar api neraka dan mereka di dalam neraka itu dalam keadaan
cacat. Bukankah ayat-ayat-Ku telah dibacakan kepadamu sekalian tetapi kamu
selalu mendustakannya? Mereka berkata : "Ya Rabb kami, kami telah dikuasai
oleh kejahatan kami dan adalah kami orang-orang yang sesat." (QS. Al
Mukminun : 103-106)
Allah Azza wa Jalla berfirman :
"Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki dan (hukum) siapakah yang
lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (QS. Al
Maidah : 50)
Allah menjelaskan bahwa sesungguhnya hanya ada dua hukum, hukum Allah Azza
wa Jalla dan hukum makhluk-Nya. Dan Allah menjelaskan bahwa hukum selain-Nya
adalah hukum jahiliyah walaupun manusia memandangnya sebagai lambang
kemajuan dan "lebih demokratis". Dan demokrasi adalah hukum jahiliyah.
Allah Azza wa Jalla berfirman :
"Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah maka
mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (QS. Al Maidah : 44)
Allah Azza wa Jalla berfirman :
"Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah maka
mereka itu adalah orang-orang yang zalim." (QS. Al Maidah : 45)
Allah Azza wa Jalla berfirman :
"Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah maka
mereka itu adalah orang-orang yang fasiq." (QS. Al Maidah : 47)
Sebab turunnya ayat ini adalah ketika ahlul kitab mengingkari hukuman
terhadap seorang pezina yang Allah syariatkan di dalam kitab mereka dan
lebih ridha dengan hukum yang mereka buat. Allah memvonis mereka dengan
kekufuran, kezaliman, dan kefasikan. Lalu, bagaimana dengan orang yang
menentang semua hukum Allah, mengingkari dan memperolok-oloknya? Bukankah
kekufuran, kezaliman, serta kefasikannya lebih keras dan lebih besar?
Sungguh Allah telah berfirman :
"Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman, Allah
sekali-kali tidak akan mengampuni (dosa) mereka dan tidak (pula) akan
menunjukkan jalan kepada mereka kecuali jalan ke neraka Jahannam mereka
kekal di dalamnya selama-lamanya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah." (QS. An Nisa : 168-169)
Allah Azza wa Jalla berfirman :
"Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan
untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan
yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan
sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat
pedih." (QS. Asy Syura : 21-22)
Allah Azza wa Jalla berfirman :
"Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah
beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan
sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut padahal mereka telah
diperintah mengingkari thaghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka
(dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya." (QS. An Nisa' : 60)
Persoalan lainnya adalah mungkinkah mendekatkan ajaran Islam dan demokrasi?
Jawabnya :
Tidak! Sebabnya adalah beberapa hal berikut :
1. Bahwa yang berhak membikin syariat (peraturan) dalam Islam hanyalah Allah
semata, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Allah Azza wa Jalla berfirman :
"Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan
keputusan." (QS. Al Kahfi : 26)
"Sesungguhnya hukum hanya milik Allah saja." (QS. Yusuf : 40)
"Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah
Rabb semesta alam." (QS. Al A'raf : 54)
Yang dimaksud dengan al amru adalah al hukmu. Allah Azza wa Jalla berfirman
:
"Bahkan milik Allah-lah al amru seluruhnya." (QS. Ar Ra'd : 31)
Dan Nabi kita Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam membuat syariat atas dasar
perintah Allah bukan karena kemauan beliau sendiri.
Allah Azza wa Jalla berfirman :
"Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama)
Kami niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian
benar-benar Kami potong urat tali jantungnya." (QS. Al Haqqah : 44-46)
Allah memberitakan tentang perihal beliau dalam surat Al An'am (ayat ke-60)
dan Al Ahqaf (ayat ke-9) :
"Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku."
Allah berfirman kepada beliau :
Katakanlah : "Aku hanya memperingatkan kalian dengan wahyu." (QS. Al Anbiya
: 45)
Allah juga berfirman membersihkan Nabi-Nya Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam :
"Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Quran) menurut kemauan hawa
nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan
(kepadanya) yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat yang
mempunyai akal yang cerdas." (QS. An Najm : 3-6)
Allah berfirman kepada Nabi-Nya :
"Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran agar kamu menerangkan kepada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan." (QS. An Nahl : 44)
Allah Azza wa Jalla berfirman :
"Taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya." (QS. An Nisa' : 59)
Dan Dia Azza wa Jalla menjadikan taat kepada Rasul-Nya sebagai bentuk taat
kepada-Nya. Allah berfirman :
"Barangsiapa yang menaati Rasul sesungguhnya ia telah menaati Allah." (QS.
An Nisa' : 80)
Bahkan Allah menjadikan seorang Muslim tidak mendapatkan petunjuk sampai dia
taat kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Dia berfirman :
"Jika kalian taat kepadanya maka kalian akan mendapatkan petunjuk." (QS. An
Nur : 54)
Dan Allah menjelaskan bahwa kerugian yang paling besar yang menimpa seorang
hamba pada hari kiamat adalah ketidaktaatannya kepada Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam :
Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya
seraya berkata : "Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama
Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si
fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al
Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku." (QS. Al Furqan : 27-29)
Adapun di dalam demokrasi yang membikin peraturan adalah makhluk yang bodoh
--setinggi apapun tingkatan ilmunya--. Karena seandainya dia mengetahui
sesuatu tentu masih banyak hal lain yang tidak dia ketahui.
2. Tidak boleh mengadakan pendekatan antara Islam dan demokrasi walau pada
sebagian unsurnya saja. Sebab Islam adalah ajaran yang universal dan
sempurna bagi segala problem kehidupan.
Allah Azza wa Jalla berfirman :
"Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan kemudian
mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu
berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (QS. An Nisa' : 65)
Apabila keimanan kita tidak sempurna kecuali dengan menjadikan Rasul kita
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam sebagai hakim maka hal ini menunjukkan bahwa
setiap Muslim dituntut untuk menerima kebenaran pada setiap permasalahan.
Allah Azza wa Jalla telah berfirman :
ﻓَﺈِﻥْ ﺗَﻨَﺎﺯَﻋْﺘُﻢْ ﻓِﻲ ﺷَﻲْﺀٍ ﻓَﺮُﺩُّﻭﻩُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﷲِ ﻭَﺍﻟﺮَّﺳُﻮﻝِ
ﺇِﻥْﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺗُﺆْﻣِﻨُﻮﻥَ ﺑِﺎﷲِ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ ﺍْﻵﺧِﺮِ ﺫَﻟِﻚَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻭَﺃَﺣْﺴَﻦُ
ﺗَﺄْﻭِﻳﻼً ﴿ ﺍﻟﻨﺴﺂﺀ : ٥٩ ﴾
"Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (Sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian." (QS. An Nisa' : 59)
Firman Allah Azza wa Jalla ( ﻓِﻲ ﺷَﻲْﺀٍ ) mencakup segala masalah yang
terjadi perselisihan di dalamnya. Karena kata tersebut adalah nakirah dalam
konteks kalimat syarat. Dan firman Allah Azza wa Jalla :
ﺇِﻥْﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺗُﺆْﻣِﻨُﻮﻥَ ﺑِﺎﷲِ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ ﺍْﻵﺧِﺮِ ﺫَﻟِﻚَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻭَﺃَﺣْﺴَﻦُ
ﺗَﺄْﻭِﻳﻼً ﴿ ﺍﻟﻨﺴﺂﺀ : ٥٩ ﴾
" … jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian."
Adalah dalil bahwa barangsiapa tidak mengembalikan perkara dan
perselisihannya kepada Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya Shallallahu 'Alaihi
Wa Sallam maka pengakuan keimanannya adalah dusta.
3. Seandainya kita mengadakan pendekatan dengan mereka maka kita tidak akan
selamat dari azab Allah.
Allah Azza wa Jalla berfirman :
"Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari
urusan (agama) itu maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa
nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya mereka sekali-kali
tidak akan dapat menolak dari kamu sedikit pun dari (siksa) Allah." (QS. Al
Jatsiyah : 18-19)
Mereka tidak bisa menghindarkan kita dari kemurkaan Allah, kehinaan di
hadapan-Nya dan azab yang jelek di dunia dan akhirat.
Apabila kita ditimpa kemurkaan Allah karena taat kepada mereka maka
keselamatan dan kebaikan yang sebenarnya adalah dengan mencari keridhaan
Rabb kita. Sebab, taat kepada makhluk dalam rangka bermaksiat kepada Allah
hanya akan membuahkan kehinaan dan kerendahan.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
"Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan
kamu disentuh api neraka dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang
penolong pun selain Allah kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan." (QS.
Hud : 113)
Kalau cenderung saja kepada mereka menyebabkan disentuh api neraka lalu
bagaimana pendapat Anda dengan orang yang menerima sesuatu dari hukum-hukum
mereka?
4. Apabila kita menaati mereka dalam sebagian perkara dan menolak untuk
menaati mereka secara total niscaya mereka tidak akan ridha kepada kita.
Mereka tidak akan berhenti melancarkan gangguan-gangguan terhadap kita
selamanya sampai kita mau menerima agama mereka secara total dan
meninggalkan agama kita secara total pula. Allah berfirman :
Orang-orang yahudi dan nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu
mengikuti agama mereka. Katakanlah : "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah
petunjuk (yang benar)." Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka
setelah pengetahuan datang kepadamu maka Allah tidak lagi menjadi pelindung
dan penolong bagimu. (QS. Al Baqarah : 120)
Dan inilah yang menjadikan sebagian kaum Muslimin --terutama para penguasa--
menerima aturan-aturan yahudi dan nashara. Mereka berkata : "Kami akan
menaati mereka pada sebagian perkara saja."
Padahal Allah telah berfirman dalam Kitab-Nya yang mulia :
Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran) sesudah
petunjuk itu jelas bagi mereka, setan telah menjadikan mereka mudah (berbuat
dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka. Yang demikian itu karena
sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) itu berkata kepada orang-orang
yang benci kepada apa yang diturunkan Allah (orang-orang yahudi) : "Kami
akan mematuhi kamu dalam beberapa urusan." Sedang Allah mengetahui rahasia
mereka. Bagaimanakah (keadaan mereka) apabila malaikat (maut) mencabut nyawa
mereka seraya memukul muka mereka dan punggung mereka? Yang demikian itu
adalah karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan
Allah dan (karena) mereka membenci (apa yang menimbulkan) keridhaan-Nya,
sebab itu Allah menghapus (pahala) amal-amal mereka. (QS. Muhammad : 25-28)
5. Sebagaimana tidak dibolehkan menerima kekufuran dan kesyirikan demikian
pula tidak diizinkan menerima demokrasi. Karena ia adalah kufur, syirik, dan
jahat! Bagaimana bisa seorang Muslim melahirkan satu sikap yang
kontradiktif?
Karena inilah Imam Syafi'i rahimahullah berkata :
"Jika kalian melihat aku menolak hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam maka persaksikanlah bahwa akalku telah hilang!"
Orang yang menerima kampanye taqrib (pendekatan) antara Islam dan demokrasi
tidaklah memiliki akal yang sehat.
6. Kita sangat berbeda dengan penganut demokrasi dari kalangan yahudi dan
nashara serta agama-agama kafir lainnya. Karena mereka ingkar kepada Allah
dan Rasul-Nya Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Berbeda dengan kaum Muslimin.
Mereka hidup di negeri Islam. Di hadapan mereka ada Al Quran dan As Sunnah
serta para ulama dan da'i-da'i ilallah yang ikhlas dan selalu memberi
nasihat. Tidak ada alasan bagi mereka untuk berjalan di belakang demokrasi.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
Katakanlah : "Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja
bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya
apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka
sambil bersujud." (QS. Al Isra : 107)
(Dikutip dari buku, judul Indonesia :" Menggugat Demokrasi dan Pemilu,
Menyingkap Borok-borok Pemilu dan Membantah Syubhat Para Pemujanya". Karya
Ulama dari Yaman, Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam, pengantar
Syaikh Muqbil bin Hadi al Wadi'i Rahimahullah, Ulama Yaman. Judul asli
Tanwir Azh-Zhulumat bi Kasyfi Mafasid wa Syubuhat al-Intikhabaat. Penerbit :
Maktabah al-Furqan, Ajman, Emirate. Sumber http://www.assunnah.cjb.net.)
Silahkan menyalin & memperbanyak artikel ini dengan mencantumkan url
sumbernya.
*Sumber artikel : http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=569*
--
Dikirim dari perangkat seluler saya

Sunday 1 August 2010

Perlunya kewajiban pada manusia.

Allah swt telah menciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepada
Nya.Pada awalnya perintah shalat yang diturunkan pada nabi Muhammad
saw pada malam isra dan miraj adalah sebanyak 50 kali sehari
semalam.jadi hampir setiap 1/2 jam sekali manusia mesti
shalat.sehingga tak mungkin manusia dapat
bekerja.bertani.berdagang.pergi jauh.berburu.membuat pesawat
dll.karena begitu sempitnya waktu luang tak shalat.bahkan untuk
tidurpun tak akan dapat.untungnya Allah Maha pemurah.sehingga
kewajiban shalat akhirnya hanya 5 kali dalam sehari semalam.namun
ganjaran pahalanya dari Allah yang Maha Pemurah adalah 10 kali lipat
pahalanya.Tapi walaupun begitu tetaplah hakikat Shalat adalah kerap
bagi orang yang mampu.bahkan nabi Muhammad sering kalau shalat malam
sampai bengkak kakinya karena lamanya shalat beliau.
Dalam salah satu hadist Muhammad saw kepada para sahabat.nabi
menyebutkan ada suatu amalan yang pahalanya melebihi shalat puasa dan
zakat.yaitu amalan mendamaikan kaum muslimin.
Ada lagi hadist dari Nabi yaitu bahwa Islam diturunkan untuk
menyempurnakan akhlak.dalam hadist2 yang lain juga demikian seperti
Allah tak akan menerima pahala seorang hamba yang membiarkan
tetangganya kelaparan.
Dari dua hadist diatas jelas dapat disimpulkan bahwa Allah lebih
mementingkan pahala hubungan sesama manusia dari pada hubungan kepada
Allah.
Ditambah lagi dalam Al quran kalimat yang berhubungan dengan manusia
jauh lebih banyak dari pada kalimat yang berhubungan dengan Allah.
Nah sekarang bagaimana dengan kita.sungguh banyak dari kita yang
menganggap remeh atau sepele atau tak perlu mengenai amalan pada
sesama manusia ini.Padahal hukumnya adalah wajib.
Misalnya:haram menghina orang.wajib menjadikan sesama muslim seperti
saudara kita.wajib tak menyelip mobil sembarangan.wajib berlaku sopan
di jalan raya.wajib menyapa muslim yang berpapasan dengan kita.wajib
mendahulukan orang tua.wajib membela kebenaran.wajib sesama madu
bersikap baik.wajib anak patuh pada orang tua.wajib istri patuh pada
suami dll.
Penulis tak dapat menulis satu persatu karena sungguh banyaknya
kewajiban kita pada sesama manusia.Yang semuanya itu InsyaALLAH PAHALA
nya sungguh banyak.Hanya Allah lah yang Maha Tahu.
Mari kita mulai sekarang fokuslah pada kewajiban pada Allah swt dan
pada manusia(juga hewan dan alam).
*Mal cinere sore hari*

--
Dikirim dari perangkat seluler saya

Friday 30 April 2010

Jenis zakat





Jenis Zakat

Zakat Fitrah/Fidyah
Dari Ibnu Umar ra berkata :
"Rasulullah saw mewajibkan zakat fitrah satu sha' kurma atau gandum pada budak, orang merdeka, lelaki perempuan, anak kecil dan orang dewasa dari ummat Islam dan memerintahkan untuk membayarnya sebelum mereka keluar untuk sholat ('iid ). ( Mutafaq alaih ).

Besarnya zakat fitrah menurut ukuran sekarang adalah 2,176 kg. Sedangkan makanan yang wajib dikeluarkan yang disebut nash hadits yaitu tepung, terigu, kurma, gandum, zahib (anggur) dan aqith (semacam keju). Untuk daerah/negara yang makanan pokoknya selain 5 makanan di atas, mazhab Maliki dan Syafi'i membolehkan membayar zakat dengan makanan pokok yang lain.

Menurut mazhab hanafi pembayaran zakat fitrah dapat dilakukan dengan membayar- kan harganya dari makanan pokok yang di makan.

Pembayaran zakat menurut jumhur 'ulama :
Waktu wajib membayar zakat fitrah yaitu ditandai dengan tenggelamnya matahari di akhir bulan Ramadhan
Membolehkan mendahulukan pembayaran zakat fitrah di awal. 


Keterangan :Bagi yang tidak berpuasa Ramadhan karena udzur tertentu yang dibolehkan oleh syaria't dan mempunyai kewajiban membayar fidyah, maka pembayaran fidyah sesuai dengan lamanya seseorang tidak berpuasa.
Zakat Maal

Pengertian Maal (harta)
Menurut terminologi bahasa (lughat), harta adalah segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk memiliki, memanfaatkan dan menyimpannya.

Sedangkan menurut terminologi syari'ah (istilah syara'), harta adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki (dikuasai) dan dapat digunakan (dimanfaatkan) menurut ghalibnya (lazim). Sesuatu dapat disebut dengan maal (harta) apabila memenuhi 2 (dua) syarat, yaitu: 
Dapat dimiliki, dikuasai, dihimpun, disimpan
Dapat diambil manfaatnya sesuai dengan ghalibnya. Misalnya rumah, mobil, ternak, hasil pertanian, uang, emas, perak, dll. 

Syarat-syarat Kekayaan yang Wajib di Zakati
Milik Penuh
Artinya harta tersebut berada dalam kontrol dan kekuasaanya secara penuh, dan dapat diambil manfaatnya secara penuh. Harta tersebut didapatkan melalui proses pemilikan yang dibenarkan menurut syariat Islam, seperti : usaha, warisan, pemberian negara atau orang lain dan cara-cara yang sah. Sedangkan apabila harta tersebut diperoleh dengan cara yang haram, maka zakat atas harta tersebut tidaklah wajib, sebab harta tersebut harus dibebaskan dari tugasnya dengan cara dikembalikan kepada yang berhak atau ahli warisnya. 
Berkembang
Artinya harta tersebut dapat bertambah atau berkembang bila diusahakan atau mempunyai potensi untuk berkembang. 
Cukup Nishab
Artinya harta tersebut telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan ketetapan syara'. sedangkan harta yang tidak sampai nishabnya terbebas dari Zakat dan dianjurkan mengeluarkan Infaq serta Shadaqah
Lebih Dari Kebutuhan Pokok
Kebutuhan pokok adalah kebutuhan minimal yang diperlukan seseorang dan keluarga yang menjadi tanggungannya, untuk kelangsungan hidupnya. Artinya apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi yang bersangkutan tidak dapat hidup layak. Kebutuhan tersebut seperti kebutuhan primer atau kebutuhan hidup minimum, misal, belanja sehari-hari, pakaian, rumah, kesehatan, pendidikan, dsb. 
Bebas Dari hutang
Orang yang mempunyai hutang sebesar atau mengurangi senishab yang harus dibayar pada waktu yang sama (dengan waktu mengeluarkan zakat), maka harta tersebut terbebas dari zakat. 
Berlalu Satu Tahun (Al-Haul)
Maksudnya adalah bahwa pemilikan harta tersebut sudah belalu (mencapai) satu tahun. Persyaratan ini hanya berlaku bagi ternak, harta simpanan dan perniagaan. Sedangkan hasil pertanian, buah-buahan dan rikaz (barang temuan) tidak ada syarat haul. 


Harta (maal) yang Wajib di Zakati
Binatang Ternak
Hewan ternak meliputi hewan besar (unta, sapi, kerbau), hewan kecil (kambing, domba) dan unggas (ayam, itik, burung). 

Emas Dan Perak
Emas dan perak merupakan logam mulia yang selain merupakan tambang elok, juga sering dijadikan perhiasan. Emas dan perak juga dijadikan mata uang yang berlaku dari waktu ke waktu. Islam memandang emas dan perak sebagai harta yang (potensial) berkembang. Oleh karena syara' mewajibkan zakat atas keduanya, baik berupa uang, leburan logam, bejana, souvenir, ukiran atau yang lain.

Termasuk dalam kategori emas dan perak, adalah mata uang yang berlaku pada waktu itu di masing-masing negara. Oleh karena segala bentuk penyimpanan uang seperti tabungan, deposito, cek, saham atau surat berharga lainnya, termasuk kedalam kategori emas dan perak. sehingga penentuan nishab dan besarnya zakat disetarakan dengan emas dan perak.

Demikian juga pada harta kekayaan lainnya, seperti rumah, villa, kendaraan, tanah, dll. Yang melebihi keperluan menurut syara' atau dibeli/dibangun dengan tujuan menyimpan uang dan sewaktu-waktu dapat di uangkan. Pada emas dan perak atau lainnya yang berbentuk perhiasan, asal tidak berlebihan, maka tidak diwajibkan zakat atas barang-barang tersebut.
Harta Perniagaan
Harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk diperjual-belikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang seperti alat-alat, pakaian, makanan, perhiasan, dll. Perniagaan tersebut di usahakan secara perorangan atau perserikatan seperti : CV, PT, Koperasi, dsb. 
Hasil Pertanian
Hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias, rumput-rumputan, dedaunan, dll. 
Ma'din dan Kekayaan Laut
Ma'din (hasil tambang) adalah benda-benda yang terdapat di dalam perut bumi dan memiliki nilai ekonomis seperti emas, perak, timah, tembaga, marmer, giok, minyak bumi, batu-bara, dll. Kekayaan laut adalah segala sesuatu yang dieksploitasi dari laut seperti mutiara, ambar, marjan, dll. 
Rikaz
Rikaz adalah harta terpendam dari zaman dahulu atau biasa disebut dengan harta karun. Termasuk didalamnya harta yang ditemukan dan tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya. 


Zakat Profesi/Pendapatan
Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab. Profesi dimaksud mencakup profesi pegawai negeri atau swasta, konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, wiraswasta, dll.

Dasar Hukum Syari'at
Firman Allah SWT:
"dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak dapat bahagian". (QS. Adz-Dzaariyaat (51): 19)

Firman Allah SWT:
"Wahai orang-orang yang beriman, infaqkanlah (zakat) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu". (QS Al Baqarah: 267)

Hadist Nabi SAW:
"Bila zakat bercampur dengan harta lainnya maka ia akan merusak harta itu".(HR. AL Bazar dan Baehaqi)

Hasilan profesi (pegawai negeri/swasta, konsultan, dokter, notaris, wiraswasta, dll) merupakan sumber pendapatan (kasab) yang tidak banyak dikenal di masa generasi terdahulu, oleh karenanya bentuk kasab ini tidak banyak dibahas, khususnya yang berkaitan dengan "zakat". Lain halnya dengan bentuk kasab yang lebih populer saat itu, seperti pertanian, peternakan dan perniagaan, mendapatkan porsi pembahasan yang sangat memadai dan detail. Meskipun demikian bukan berarti harta yang didapatkan dari hasil profesi tersebut bebas dari zakat, sebab zakat pada dasarnya/hakekatnya adalah pungutan harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-orang miskin diantara mereka (sesuai dengan ketentuan syara').

Dengan demikian apabila seseorang dengan penghasilan profesinya ia menjadi kaya, maka wajib atas kekayaannya itu zakat, akan tetapi jika hasilnya tidak mencukupi kebutuhan hidup (dan keluarganya), maka ia menjadi mustahiq (penerima zakat). Sedang jika hasilnya hanya sekedar untuk menutupi kebutuhan hidupnya, atau lebih sedikit maka baginya tidak wajib zakat. Kebutuhan hidup yang dimaksud adalah kebutuhan pokok, yakni, papan, sandang, pangan dan biaya yang diperlukan untuk menjalankan profesinya.

Zakat profesi memang tidak dikenal dalam khasanah keilmuan Islam, sedangkan hasil profesi yang berupa harta dapat dikategorikan ke dalam zakat harta (simpanan/kekayaan). Dengan demikian hasil profesi seseorang apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat maka wajib baginya untuk menunaikan zakat.

Contoh perhitungan:
Iwan Darsawan adalah seorang karyawan swasta yang berdomisili di kota Bekasi, memiliki seorang istri dan 2 orang anak. Penghasilan bersih perbulan Rp. 1.500.000,-.
Bila kebutuhan pokok keluarga tersebut kurang lebih Rp. 625.000 per bulan maka kelebihan dari penghasilannya = (1.500.000 - 625.000) = Rp. 975.000 perbulan.
Apabila saldo rata-rata perbulan 975.000 maka jumlah kekayaan yang dapat dikumpulkan dalam kurun waktu satu tahun adalah Rp. 11.700.000 (lebih dari nishab).
Dengan demikian Akbar berkewajiban membayar zakat sebesar 2.5% dari saldo.
Dalam hal ini zakat dapat dibayarkan setiap bulan sebesar 2.5% dari saldo bulanan atau 2.5 % dari saldo tahunan.


Perhitungan Zakat Pendapatan/Profesi
Nisab zakat pendapatan / profesi setara dengan nisab zakat tanaman dan buah-buahan sebesar 5 wasaq atau 652,8 kg gabah setara dengan 520 kg beras, kadar zakatnya sebesar 2,5 %. Waktu untuk mengeluarkan zakat profesi pada setiap kali menerima diqiyaskan dengan waktu pengeluaran zakat tanaman yaitu setiap kali panen. "Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya ( dengan dikeluar kan zakat nya ). ( QS : Al-An'am : 141 ).

Contoh perhitungan:
Nisab sebesar 520 kg beras, asumsi harga beras 2000 jadi nilai nisab sebesar 520 x 2000 = 1.400.000
Jumlah pendapatan perbulan Rp 2.000.000,-
Zakat atas pendapatan ( karena telah mencapai nisab ) 2,5 % x 2.000.000,- = 50.000,-

Zakat Uang Simpanan
Uang simpanan ( baik tabungan, deposito, dll ) dikenakan zakat dari jumlah terendah bila telah mencapai haul. Besarnya nisab senilai dengan 85 gr emas ( asumsi 1 gr emas Rp 75.000, nisab sebesar Rp 6.375.000 ). Kadarnya zakatnya sebesar 2,5 %.

Uang TabunganTanggal Masuk Keluar Saldo
01/03/99 20.000.000 20.000.000
25/03/99 2.000.000 18.000.000
20/05/99 5.000.000 13.000.000
01/06/99 200.000* 13.200.000
12/09/99 1.000.000 12.200.000
11/10/99 2.000.000 14.200.000
31/02/00 1.000.000 15.200.000

* Bagi hasil


Jumlah saldo terakhir dalam tabel di atas adalah 15.200.000 telah melebihi nisab (asumsi 1 gr emas Rp 75.000, nisab sebesar Rp 6.375.000) dan genap satu tahun. Tahun haul menurut contoh di atas 01/03/99 - 31/02/00.. uang bagi hasil ini dikeluarkan terlebih dahulu sebelum perhitungan zakat.

Perhitungan :
Tahun haul : 01/03/99 - 31/02/00
Nisab : Rp 6.375.000,-
Saldo terakhir : Rp 15.200.000,- - Rp 200.000,- = Rp 15.000.000,-
Besarnya zakat : 2,5 % x Rp 15.000.000,- = Rp 375.000,-

Bila seseorang mempunyai beberapa tabungan maka semua buku dihitung setelah dilihat haul dan saldo terendah dari masing-masing buku.

Perhitungan: 
Haul : 01/03/99 - 31/02/00
Saldo terakhir:
- Buku 1: 5.000.000- Buku 2: 3.000.000- Buku 3: 2.000.000
Jumlah total : Rp 10.000.000
Zakat : 2,5 % x Rp 10.000.000 = Rp 250.000,-

Simpanan Deposito
Seseorang mempunyai deposito di awal penyetoran tanggal 01/04/99 sebesar Rp 10.000.000 dengan jumlah bagi hasil 300.000 setahun. Haul wajib zakat adalah tanggal 31/03/00, nisab sebesar 6.375.000. Maka setelah masa haul tiba zakat yang harus dikeluarkan sebesar :


2.5 % x Rp 10.000.000 = Rp 250.000

Bila seseorang mempunyai beberapa simpanan deposito maka seluruh jumlah simpanan deposito dijumlahkan. Bila mencapai nisab dengan masa satu tahun kadar zakatnya sebesar 2,5 % dengan perhitungan seperti di atas.


Zakat Emas/Perak
Seorang muslim yang mempunyai emas dan perak wajib mengeluarkan zakat bila sesuai dengan nisab dan haul. Adapun nisab emas sebesar 85 gr dan nisab perak 595 gr.

Emas yang tidak dipakai
Emas yang tidak dipakai adalah perhiasan emas yang tidak digunakan atau sekali pun dipakai hanya sekali setahun. Dengan demikian bila seseorang menyimpan me-nyamai atau melebihi 85 gr maka ia wajib mengeluarkan zakat emas tersebut. Ada pun kadar zakatnya besarnya 2,5 % di hitung dari nilai uang emas tersebut. Misalnya : seseorang mempunyai 90 gr emas. Harga 1 gr emas 70.000. Maka besarnya zakat yang dikeluarkan sebesar : 90 x 70.000 x 2,5 % = 157.500
Emas yang dipakai
Emas yang dipakai adalah dalam kondisi wajar dan tidak berlebihan. Jadi bila seorang wanita mempunyai emas 120 gr, dipakai dalam aktivitas sehari-hari sebanyak 15 gr. Maka zakat emas yang wajib dikeluarkan oleh wanita tersebut adalah 120 gr - 15 gr = 105 gr. Bila harga emas 70.000 maka zakat yang harus dikeluarkan sebesar : 105 x 70.000 x 2,5 % = 183.750


Keterangan :
Perhitungan zakat perak mengikuti cara per hitungan di atas.

Zakat Investasi
Zakat investasi adalah zakat yang dikenakan terhadap harta yang diperoleh dari hasil investasi. Diantara bentuk usaha yang masuk investasi adalah bangunan atau kantor yang disewakan, saham, rental mobil, rumah kontrakan, investasi pada ternak atau tambak, dll.

Dilihat dari karakteristik investasi, biasanya modal tidak bergerak dan tidak terpengaruh terhadap hasil produksi maka zakat investasi lebih dekat ke zakat pertanian. Pendapat ini diikuti oleh ulama modern seperti Yusuf Qordhowi, Muhammad Abu Zahrah, Abdul Wahab Khalaf, Abdurahman Hasan, dll.

Dengan demikian zakat investasi dikeluarkan pada saat menghasilkan sedangkan modal tidak dikenai zakat. Kadar zakat yang dikeluarkan sebesar 5 % atau 10 %. 5 % untuk penghasilan kotor dan 10 untuk penghasilan bersih.
Zakat Hadiah dan Sejenisnya
Jika hadiah tersebut terkait dengan gaji maka ketentuannya sama dengan zakat profesi/pendapatan. Dikeluarkan pada saat menerima dengan kadar zakat 2,5 %.
Jika komisi, terdiri dari 2 bentuk : pertama, jika komisi dari hasil prosentasi keuntungan perusahaan kepada pegawai, maka zakat yang dikeluarkan sebesar 10 % (sama dengan zakat tanaman), kedua, jika komisi dari hasil profesi seperti makelar, dll maka digolongkan dengan zakat profesi. Aturan pembayaran zakat mengikuti zakat profesi.
Jika berupa hibah, terdiri dari dua kriteria, pertama, jika sumber hibah tidak di duga-duga sebelumnya, maka zakat yang dikeluarkan sebesar 20 %, kedua, jika sumber hibah sudah diduga dan diharap, hibah tersebut digabung kan dengan kekayaan yang ada dan zakat yang dikeluarkan sebesar 2,5 %. 


Zakat Perniagaan-Zakat Perdagangan
"Rasulullah SAW memerintahkan kami agar mengeluarkan zakat dari semua yang kami persiapkan untuk berdagang." ( HR. Abu Dawud )

Ketentuan zakat perdagangan:
Berjalan 1 tahun ( haul ), Pendapat Abu Hanifah lebih kuat dan realistis yaitu dengan menggabungkan semua harta perdagangan pada awal dan akhir dalam satu tahun kemudian dikeluarkan zakatnya.
Nisab zakat perdagangan sama dengan nisab emas yaitu senilai 85 gr emas
Kadarnya zakat sebesar 2,5 %
Dapat dibayar dengan uang atau barang
Dikenakan pada perdagangan maupun perseroan.


Perhitungan :(Modal diputar + Keuntungan + piutang yang dapat dicairkan) - (hutang + kerugian) x 2,5 %

Contoh : 
Harta perniagaan, baik yang bergerak di bidang perdagangan, industri, agroindustri, ataupun jasa, dikelola secara individu maupun badan usaha (seperti PT, CV, Yayasan, Koperasi, Dll) nishabnya adalah 20 dinar (setara dengan 85 gram emas murni). Artinya jika suatu badan usaha pada akhir tahun (tutup buku) memiliki kekayaan (modal kerja dan untung) lebih besar atau setara dengan 85 gram emas (asumsi jika per-gram Rp 75.000,- = Rp 6.375.000,-), maka ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 % 

Pada badan usaha yang berbentuk syirkah (kerjasama), maka jika semua anggota syirkah beragama Islam, zakat dikeluarkan lebih dulu sebelum dibagikan kepada pihak-pihak yang bersyirkah. Tetapi jika anggota syirkah terdapat orang yang non muslim, maka zakat hanya dikeluarkan dari anggota syirkah muslim saja (apabila jumlahnya lebih dari nishab)

Cara menghitung zakat :
Kekayaan yang dimiliki badan usaha tidak akan lepas dari salah satu atau lebih dari tiga bentuk di bawah ini :
Kekayaan dalam bentuk barang 
Uang tunai 
Piutang 
Maka yang dimaksud dengan harta perniagaan yang wajib dizakati adalah yang harus dibayar (jatuh tempo) dan pajak.

Contoh :
Sebuah perusahaan meubel pada tutup buku per Januari tahun 1995 dengan keadaan sbb :
Sofa atau Mebel belum terjual 5 set Rp 10.000.000
Uang tunai Rp 15.000.000
Piutang Rp 2.000.000
Jumlah Rp 27.000.000
Utang & Pajak Rp 7.000.000
Saldo Rp 20.000.000
Besar zakat = 2,5 % x Rp 20.000.000,- = Rp 500.000,- 
Pada harta perniagaan, modal investasi yang berupa tanah dan bangunan atau lemari, etalase pada toko, dll, tidak termasuk harta yang wajib dizakati sebab termasuk kedalam kategori barang tetap (tidak berkembang)


Usaha yang bergerak dibidang jasa, seperti perhotelan, penyewaan apartemen, taksi, renal mobil, bus/truk, kapal laut, pesawat udara, dll, kemudian dikeluarkan zakatnya dapat dipilih diantara 2 (dua) cara:
Pada perhitungan akhir tahun (tutup buku), seluruh harta kekayaan perusahaan dihitung, termasuk barang (harta) penghasil jasa, seperti taksi, kapal, hotel, dll, kemudian keluarkan zakatnya 2,5 %. 
Pada Perhitungan akhir tahun (tutup buku), hanya dihitung dari hasil bersih yang diperoleh usaha tersebut selama satu tahun, kemudian zakatnya dikeluarkan 10%. Hal ini diqiyaskan dengan perhitungan zakat hasil pertanian, dimana perhitungan zakatnya hanya didasarkan pada hasil pertaniannya, tidak dihitung harga tanahnya. 

Zakat Perusahaan
Zakat perusahaan hampir sama dengan zakat perdagangan dan investasi. Bedanya dalam zakat perusahaan bersifat kolektif. Dengan kriteria sebagai berikut :
Jika perusahaan bergerak dalam bidang usaha perdagangan maka perusahaan tersebut mengeluarkan harta sesuai dengan aturan zakat perdagangan. Kadar zakat yang dikeluarkan sebesar 2,5 %
Jika perusahaan tersebut bergerak dalam bidang produksi maka zakat yang dikeluarkan sesuai dengan aturan zakat investasi atau pertanian. Dengan demikian zakat perusahaan dikeluarkan pada saat menghasilkan sedangkan modal tidak dikenai zakat. Kadar zakat yang dikeluarkan sebesar 5 % atau 10 %. 5 % untuk penghasilan kotor dan 10 % untuk pengahasilan bersih.


Catatan :Bila dalam perusahaan tersebut ada penyer taan modal dari pegawai non muslim maka penghitungan zakat setelah dikurangi ke- pemilikan modal atau keuntungan dari pegawai non muslim

Tuesday 16 February 2010

Perkawinan pertama belum tentu tidak menterlantarkan keluarga.

Seorang pejabat departemen agama semalam menyatakan sebab diadakan nya aturan baru poligami ini untuk menjamin anak dan istri tidak diterlantarkan.kalau memang tujuannya itu seharusnya secara konsekwen seharusnya tidak hanya perkawinan kedua dst saja yang perlu ijin pengadilan tetapi juga perkawinan pertama.memangnya sudah yakin perkawinan pertama suami tidak menterlantarkan istri dan anak?cukup banyak pada perkawinan pertama suami yang menterlantarkan keluarganya.

Monday 15 February 2010

Syariat Poligami

Sejak dari dahulu kala praktek poligami sudah ada.Kita mengetahui dalam riwayat2 dahulu dan sejarah bangsa-2 bahkan nabi sulaiman beristri sampai 900 orang.Sebelum islam datang praktek ini tidak dibatasi.setelah Islam datang dibatasi sampai 4 saja.Disini jelas Islam mengangkat derajad perempuan.

Islam turun dengan membawa risalah Quran dan sunnah rasul.Ini berasal dari Allah yang Maha Pandai dan Maha Mengetahui.Allah mengetahui pasti apa apa kebutuhan manusia yang telah diciptakannya.Sedang manusia adalah mahluk Maha bodoh dibanding Allah.Juga dipengaruhi oleh Nafsu-nafsu.Sedang seperti malaikat sama sekali tidak bernafsu.

Aturan-2 dalam Quran dan sunnah rasul pastilah benar dan tepat bagi manusia sepanjang zaman.Hanya terkadang otak manusia saat-saat tertentu belum sanggup menterjemahkannya dan membenarkannya.Baru dikemudian hari setelah ilmu berkembang manusia dapat menerima hal tersebut.Saya berikan satu contoh.pertama surat yunus: 5 ,yang menerangkan tentang beredarnya matahari dan bulan.Pihak gereja dan penguasa Roma saat itu tahun 1616 menahan Galileo yang mengatakan bumi beredar.Sedang gereja menyatakan bumi datar.Pengetahuan saat ini jelas bumi tidak datar.

Poligami adalah suatu kebenaran dan hukum asal perkawinan adalah poligami.Kemudian Allah mengetahui bahwa diantara hambanya ada yang tidak sanggup berpoligami saat itulah diperintahkan untuk orang-2 yang tidak sanggup berpoligami beristri satu saja.
Hal ini seperti sahabat Nabi Abudzar Alghifari yang suatu saat minta jabatan kepada Nabi saw kemudian Nabi menerangkan jabatan adalah amanah dan Abu adalah orang lemah dan tidak sanggup menjalankannya.
Jadi jelas berpoligami lebih baik dari monogami.Sama dengan orang yang shalat berjemaah lebih baik dari shalat sendirian.

Masalahnya adalah poligami belum menjadi mode di Indonesia saat ini.Karena itulah orang yang menjalankannya terasa berat dan dipersulit oleh aturan-2 adat dan aturan negara sekuler ,ini akibat belum sampainya kebenaran kepada mereka.

Poligami Rasulullah JUGA TIDAK ADIL karena rasul juga manusia,hanya bagi Allah yang penting jangan terlalu condong pada seseorang sehingga yang lain terkatung-katung ( annisa 129).Terkatung-2 dari makna terminologi adalah SEPERTI kondisi tidak di kawin juga tidak dicerai.Tidak diurus,tidak dipedulikan,tidak disayang,tidak diberi nafkah dll tapi masih dalam status kawin.
Jadi batas BOLEHNYA(range/deviasi) keadilan dalam poligami adalah mulai adil 100%(ini Nabi Muhammad SAW pun tak sanggup) sampai batas seperti menggantungkan (tidak dikawin dan tidak dicerai)

Marilah kita belajar agama dan ilmu sampai kedalaman dan nanti akan timbul kebenaran itu dan pastilah akan membenarkan poligami.Insyaallah.

Saturday 6 February 2010

Sebab bertambah dan berkurangnya iman.

Sebab Bertambah dan Berkurangnya Iman

Setelah kita mengetahui iman itu bertambah dan berkurang, maka mengenal sebab-sebab bertambah dan berkurangnya iman memiliki manfaat dan menjadi sangat penting sekali. Sudah sepantasnya seorang muslim mengenal kemudian menerapkan dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, agar bertambah sempurna dan kuat imannya. Juga untuk menjauhkan diri dari lawannya yang menjadi sebab berkurangnya iman sehingga dapat menjaga diri dan selamat didunia dan akherat.
Syeikh Abdurrahman as-Sa'di rahimahullah menerangkan bahwa seorang hamba yang mendapatkan taufiq dari Allah Ta'ala selalu berusaha melakukan dua perkara:
1. Merealisasikan iman dan cabang-cabangnya serta menerapkannya baik secara ilmu dan amal secara bersama-sama.
2. Berusaha menolak semua yang menentang dan menghapus iman atau menguranginya dari fitnah-fitnah yang nampak maupun yang tersembunyi, mengobati kekurangan dari awal dan mengobati yang seterusnya dengan taubat nasuha serta mengetahui satu perkara sebelum hilang.[1]

Mewujudkan iman dan mengokohkannya dilakukan dengan mengenal sebab-sebab bertambahnya iman dan melaksanakannya. Sedangkan berusaha menolak semua yang menghapus dan menentangnya dilakukan dengan mengenal sebab-sebab berkurangnya iman dan berhati-hati dari terjerumus di dalamnya.
Sebab-sebab Bertambahnya Iman
Pertama: Belajar ilmu yang bermanfaat yang bersumber dari al-Qur`aan dan as Sunnah. Hal ini menjadi sebab pertambahan iman yang terpenting dan bermanfaat karena ilmu menjadi sarana beribadah kepada Allah Ta'ala dan mewujudkan tauhid dengan benar dan pas. Pertambahan iman yang didapatkan dari ilmu bisa terjadi dari beraneka ragam sisi, di antaranya:
1. Sisi keluarnya ahli ilmu dalam mencari ilmu
2. Duduknya mereka dalam halaqah ilmu
3. Mudzakarah (diskusi) di antara mereka dalam masalah ilmu
4. Penambahan pengetahuan terhadap Allah dan syari'at-Nya
5. Penerapan ilmu yang telah mereka pelajari
6. Tambahan pahala dari orang yang belajar dari mereka


Kedua: Merenungi ayat-ayat kauniyah. Merenungi dan meneliti keadaan dan keberadaan makhluk-makhluk Allah Ta'ala yang beraneka ragam dan menakjubkan merupakan faktor pendorong yang sangat kuat untuk beriman dan mengokohkan iman.
Syeikh Abdurrahman as-Sa'di rahimahullah menyatakan, "Di antara sebab dan faktor pendorong keimanan adalah tafakur kepada alam semesta berupa penciptaan langit dan bumi serta makhluk-makhuk penghuninya dan meneliti diri manusia itu sendiri beserta sifat-sifat yang dimiliki. Ini semua adalah faktor pendorong yang kuat untuk meningkatkan iman".[2]
Ketiga: Berusaha sungguh-sungguh melaksanakan amalan shalih dengan ikhlas, memperbanyak dan mensinambungkannya. Hal ini karena semua amalan syariat yang dilaksanakan dengan ikhlas akan menambah iman. Karena iman bertambah dengan pertambahan amalan ketaatan dan banyaknya ibadah.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah pernah menuturkan, "Di antara sebab pertambahan iman adalah melakukan ketaatan. Sebab iman akan bertambah sesuai dengan bagusnya pelaksanaan, jenis dan banyaknya amalan. Semakin baik amalan, semakin besar penambahan iman dan bagusnya pelasanaan ada dengan sebab ikhlas dan mutaba'ah (mencontohi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam). Sedangkan jenis amalan, maka yang wajib lebih utama dari yang sunnah dan sebagian amal ketaatan lebih ditekankan dan utama dari yang lainnya. Semakin utama ketaatan tersebut maka semakin besar juga penambahan imannya. Adapun banyak (kwantitas) amalan, maka akan menambah keimanan, sebab amalan termasuk bagian iman. Sehingga pasti iman bertambah dengan bertambahnya amalan."[3]
Sebab-sebab Berkurangnya Iman
Sebab-sebab berkurangnya iman ada yang berasal dari dalam diri manusia sendiri (faktor internal) dan ada yang berasal dari luar (faktor eksternal).
Faktor internal berkurangnya iman
Pertama: Kebodohan. Ini adalah sebab terbesar berkurangnya iman, sebagaimana ilmu adalah sebab terbesar bertambahnya iman.
Kedua: Kelalaian, sikap berpaling dari kebenaran dan lupa. Tiga perkara ini adalah salah satu sebab penting berkurangnya iman.
Ketiga: Perbuatan maksiat dan dosa. Jelas kemaksiatan dan dosa sangat merugikan dan memiliki pengaruh jelek terhadap iman. Sebagaimana pelaksanaan perintah Allah Ta'ala menambah iman, demikian juga pelanggaran atas larangan Allah Ta'ala mengurangi iman. Namun tentunya dosa dan kemaksiatan bertingkat-tingkat derajat, kerusakan dan kerugian yang ditimbulkannya, sebagaimana disampaikan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam ungkapan beliau, "Sudah pasti kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan bertingkat-tingkat sebagaimana iman dan amal shalih pun bertingkat-tingkat".[4]
Keempat: Nafsu yang mengajak kepada keburukan (an-nafsu ammaratu bissu'). Inilah nafsu yang ada pada manusia dan tercela. Nafsu ini mengajak kepada keburukan dan kebinasaan, sebagaimana Allah Ta'ala jelaskan dalam menceritakan istri al-Aziz ,
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang." (Qs Yusuf: 53)
Nafsu ini menyeret manusia kepada kemaksiatan dan kehancuran iman, sehingga wajib bagi kita berlindung kepada Allah Ta'ala darinya dan berusaha bermuhasabah sebelum beramal dan setelahnya.
Faktor eksternal berkurangnya iman
Pertama: Syeitan musuh abadi manusia yang merupakan satu sebab penting eksternal yang mempengaruhi iman dan mengurangi kekokohannya.
Kedua: Dunia dan fitnah (godaan)nya. Menyibukkan diri dengan dunia dan perhiasannya termasuk sebab yang dapat mengurangi iman. Sebab semakin semangat manusia memiliki dunia dan semakin menginginkannya, maka semakin memberatkan dirinya berbuat ketaatan dan mencari kebahagian akherat, sebagaiman dituturkan Imam Ibnul Qayyim.
Ketiga: Teman bergaul yang jelek. Teman yang jelek dan jahat menjadi sesuatu yang sangat berbahaya terhadap keimanan, akhlak dan agamanya. Karena itu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah memperingatkan kita dari hal ini dalam sabda beliau,
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
"Seorang itu berada di atas agama kekasihnya (teman dekatnya), maka hendaknya salah seorang kalian melihat siapa yang menjadi kekasihnya."[5]
Demikianlah perkara yang harus diperhatikan dalam iman, mudah-mudahan hal ini dapat menggerakkan kita untuk lebih mengokohkan iman dan menyempurnakannya.

Wabillahi taufiq.
Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc
Artikel www.muslim.or.id
[1] At-taudhih wa al-Bayaan Lisyajarat al-Imaan hlm 38
[2] Ibid hlm 31

Saturday 9 January 2010

FATWA MUI TENTANG PRURALISME LIBERALISME

KEPUTUSAN FATWA
MAJELIS ULAMA INDONEISA
Nomor : 7/MUNAS VII/MUI/II/2005
Tentang
PLURALISME, LIBERALISME DAN SEKULARISME AGAMA


Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional
MUI VII, pada 19-22 Jumadil Akhir 1246 H. / 26-29 Juli
M.;

MENIMBANG :

   1. Bahwa pada akhir-akhir ini berkembang paham
pluralisme agama, liberalisme dan sekularisme serta
paham-paham sejenis lainnya di kalangan masyarakat;
   2. Bahwa berkembangnya paham pluralisme agama,
liberalisme dan sekularisme serta dikalangan masyarakat
telah menimbulkan keresahan sehingga sebagian masyarakat
meminta MUI untuk menetapkan Fatwa tentang masalah
tersebut;
   3. Bahwa karena itu , MUI memandang perlu menetapkan
Fatwa tentang paham pluralisme, liberalisme, dan
sekularisme agama tersebut untuk di jadikan pedoman oleh
umat Islam.


MENGINGAT :

   1. Firman Allah :
      Barang siapa mencari agama selaian agama Islam,
maka sekali-kali tidaklah akan terima (agama itu)
daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang
yang rugi (QS. Ali Imaran [3]: 85)


Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah
hanyalah Islam (QS. Ali Imran [3]: 19)


Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku. (QS.
al-Kafirun [109] : 6).

Dan tidaklahpatut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak
(pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan
Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada
bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.
Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka
sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS.
al-Azhab [33:36).

   1. Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan
berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu
karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari
negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu
menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi
kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan
membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa
menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah
orang-orang yang zalim. (QS. al-Mumtahinah [60]: 8-9).

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bahagianmu dari (keni�matan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan. (QS. al-Qashash [28]: 77).


Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang
dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari
jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti
persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah
berdusta. (terhadap Allah). (QS. al-An’am [6]: 116).


Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka,
pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada
di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada
mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari
kebanggaan itu. (Q. al-Mu’minun [23]: 71).

   1. Hadis Nabi saw :
         1. Imam Muslim (w. 262 H) dalam Kitabnya Shahih
Muslim, meriwayatkan sabda Rasulullah saw :
            ”Demi Dzat yang menguasai jiwa Muhammad,
tidak ada seorangpun baik Yahudi maupun Nasrani yang
mendengar tentang diriku dari Umat Islam ini, kemudian
ia mati dan tidak beriman terhadap ajaran yang aku bawa,
kecuali ia akan menjadi penghuni Neraka.” (HR Muslim).
         2. Nabi mengirimkan surat-surat dakwah kepada
orang-orang non-Muslim, antara lain Kaisar Heraklius,
Raja Romawi yang beragama Nasrani, al-Najasyi Raja
Abesenia yang beragama Nasrani dan Kisra Persia yang
beragama Majusi, dimana Nabi mengajak mereka untuk masuk
Islam. (riwayat Ibn Sa’d dalam al-Thabaqat al-Kubra dan
Imam Al-Bukhari dalam Shahih al-Bukhari).
         3. Nabi saw melakukan pergaulan social secara
baik dengan komunitas-komunitas non-Muslim seperti
Komunitas Yahudi yang tinggal di Khaibar dan Nasrani
yang tinggal di Najran; bahkan salah seorang mertua Nabi
yang bernama Huyay bin Aththab adalah tokoh Yahudi Bani
Quradzah (Sayyid Bani Quraizah). (Riwayat al-Bukhari dan
Muslim).


MEMPERHATIKAN : Pendapat Sidang Komisi C Bidang Fatwa
pada Munas VII VII MUI 2005.

Dengan bertawakal kepada Allah SWT.

MEMUTUSKAN

MENETAPKAN : FATWA TENTANG PLURALISME AGAMA DALAM
PANDANGAN ISLAM
Pertama : Ketentuan Umum

Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan

   1. Pluralisme agama adalah suatu paham yang
mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya
kebenaran setiap agama adalah relative; oleh sebab itu,
setiap pemeluk agama tidak boleh mengkalim bahwa hanya
agamanyasaja yang benar sedangkan agama yang lain salah.
Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama
akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga.
   2. Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di
negara atau daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk
agama yang hidup secara berdampingan.
   3. Liberalisme adalah memahami nash-nash agama
(Al-Qur’an & Sunnaah) dengan menggunakan akal pikiran
yang bebas; dan hanya menerima doktrin-doktrin agama
yang sesuai dengan akal pikiran semata.
   4. sekualisme adalah memisahkan urusan dunia dari
agama hanya digunakan untuk mengatur hubungan pribadi
dengan Tuhan, sedangkan hubungan sesame manusia diatur
hanya dengan berdasarkan kesepakatan social.

Kedua : Ketentuan Hukum

   1. pluralism, Sekualarisme dan Liberalisme agama
sebagaimana dimaksud pada bagian pertama adalah paham
yang bertentangan dengan ajaran agama islam.
   2. Umat Islam haram mengikuti paham Pluralisme
Sekularisme dan Liberalisme Agama.
   3. Dalam masalah aqidah dan ibadah, umat islam wajib
bersikap ekseklusif, dalam arti haram mencampur adukan
aqidah dan ibadah umat islam dengan aqidah dan ibadah
pemeluk agama lain.
   4. Bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama
pemeluk agama lain (pluralitas agama), dalam masalah
social yang tidak berkaitan dengan aqidah dan ibadah,
umat Islam bersikap inklusif, dalam arti tetap melakukan
pergaulan social dengan pemeluk agama lain sepanjang
tidak saling merugikan.

Ditetapkan di: Jakarta
Pada tanggal: 22 Jumadil Akhir 1426 H.
29 Juli 2005 M

MUSYAWARAH NASIONAL VII
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Pimpinan Sidang Komisi C Bidang Fatwa Ketua, Sekretaris,

K.H. MA’RUF AMIN HASANUDIN

http://mui.or.id/mui_in/fatwa.php?id=137