Wednesday 5 December 2012

wanita yang boleh dinikahi dan tidak boleh dinikahi.

Islam bukanlah hanya sekedar agama.tetapi juga suatu cara hidup bagaimana kita hidup didunia ini.Salah satu aturan hukumnya adalah bagaimana kita memilih pasangan hidup.Islam mengatur kita mana yang halal..dan mana yang haram. Surah Al Baqarah Ayat 221 Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. Surah Al Baqarah Ayat 235 Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang makruf. Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk berakad nikah, sebelum habis idahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. Surah An Nisaa Ayat 22 Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). Surah An Nisaa Ayat 23 Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, Surah An Nisaa Ayat 24 dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Surah An Nisaa Ayat 25 Dan barang siapa di antara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain, karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka dan berilah maskawin mereka menurut yang patut, sedang mereka pun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka mengerjakan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. (Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kesulitan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antaramu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Surah Al Maa-idah Ayat 5 Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi. Surah An Nuur Ayat 31 Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. Surah Al Ahzab Ayat 6 Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka. Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu mau berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Adalah yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Allah). Surah Al Ahzab Ayat 50 Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Surah Al Ahzab Ayat 53 Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu ke luar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini istri-istrinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah. Surah Al Ahzab Ayat 55 Tidak ada dosa atas istri-istri Nabi (untuk berjumpa tanpa tabir) dengan bapak-bapak mereka, anak-anak laki-laki mereka, saudara laki-laki mereka, anak laki-laki dari saudara laki-laki mereka, anak laki-laki dari saudara mereka yang perempuan, perempuan-perempuan yang beriman dan hamba sahaya yang mereka miliki, dan bertakwalah kamu (hai istri-istri Nabi) kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. Surah Al Mumtahanah Ayat 10 Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami-suami) mereka mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Saturday 20 October 2012

Kewajiban orang tua terhadap anak gadisnya pada masalah nikah

Manusia adalah mahluk sosial dan diantara fitrahnya adalah
menikah.Sepasang orang tua yang mempunyai anak gadis diberi kewajiban
kewajiban oleh Allah swt dan diantara kewajiban orang tua terhadap
anak gadis adalah menikahkan anak gadisnya bila sudah sampai waktunya
artinya sigadis sudah menemukan pasangan calonnya dan sudah dewasa.

Saudara tercinta...ketahuilah bahwa pernikahan merupakan sunnah para
Rasul sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla.

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلاً مِن قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ
أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً وَمَاكَانَ لِرَسُولٍ أَن يَأْتِيَ بِئَايَةٍ
إِلاَّ بِإِذْنِ اللهِ لِكُلِّ أَجَلٍ كِتَابٌ

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan
Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan. Dan tidak ada
hak bagi seorang Rasul mendatangkan suatu ayat (mu'jizat) melainkan
dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada kitab (yang tertentu).
[Ar-Ra'du: 38]

Dan ketahuilah pula bahwa pernikahan merupakan nikmat Allah Azza wa
Jalla atas hambaNya, tersimpan di dalamnya segala kebaikan agama dan
dunia, bagi pribadi dan masyarakat, itulah sebabnya mengapa Islam
sangat menganjurkan pernikahan, sebagaimana firman Allah Azza wa
Jalla.

وَأَنكِحُوا اْلأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ
وَإِمَآئِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ
وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan
orang-orang yang patut (kawin) dari hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan
kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.
[An-Nuur: 32]

Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ
فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ

Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian mampu untuk menikah,
maka segeralah menikah, karena pernikahan itu lebih menundukkan
pandangan dan lebih menjaga kemaluan. [HR. Bukhari no. 1905, 5065,
Muslim no. 1400].


"Jika seorang wanita telah melaksanakan shalat lima waktu, puasa
selama satu bulan (Ramadhan), menjaga kehormatannya, dan taat kepada
suaminya, maka ia masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan".
(Hadits riwayat Imam Ahmad dan Al Bazzar; Shahih Al Jami' hadits no.
660

Dari Jabir bin Abdillah bahwa saya mengabari Rasulullah SAW,?Ya
Rasulullah SAW, aku baru saja menikah?. Beliau balik bertanya,Kamu
sudah zawaj Ya?, saja menjawab.Dengan gadis atau janda??, beliau
bertanya lagi.Dengan janda?, jawabku. Lalu beliau berkata Mengapa
bukan dengan perawan ? Sehingga kamu bisa bermain dengannya dan dia
bisa bermain denganmu. (HR. Bukhari 4846).

Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,?Siapapun wanita yang
menikah tanpa izin dari walinya, maka nikahnya batil, maka nikahnya
batil, maka nikahnya batil. ?Sultan adalah wali bagi wanita yang tidak
punya wali.  (HR. Ahmad 6/166, Abu Daud 2083, At-Tirmizy 1102, Ibnu
Majah 1879)


    Dari Aisyah ra berkata,"Rasulullah SAW pernah ditanya tentang
seseorang yang berzina dengan seorang wanita dan berniat untuk
menikahinya, lalu beliau bersabda,"Awalnya perbuatan kotor dan
akhirnya nikah. Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan yang
halal".  (HR. Tabarany dan Daruquthuny).


DariAbi Hurairah rasulullah SAW bersabda : " Salaasun jidduhunna
jiddun, wahazluhunna jiddun ". Tiga hal yang sungguh-sungguh itu
menjadi benar ( sungguh2), dan CANDA itu menjadi sungguh-sungguh.tiga
hal itu adalah : Nikah, Thalaq dan Ruju'.(H.R At Tirmidzi ).


Hadis riwayat Anas ra.:
Bahwa beberapa orang sahabat Nabi saw. bertanya secara diam-diam
kepada istri-istri Nabi saw. tentang amal ibadah beliau. Lalu di
antara mereka ada yang mengatakan: Aku tidak akan menikah dengan
wanita. Yang lain berkata: Aku tidak akan memakan daging. Dan yang
lain lagi mengatakan: Aku tidak akan tidur dengan alas. Mendengar itu,
Nabi saw. memuji Allah dan bersabda: Apa yang diinginkan orang-orang
yang berkata begini, begini! Padahal aku sendiri salat dan tidur,
berpuasa dan berbuka serta menikahi wanita! Barang siapa yang tidak
menyukai sunahku, maka ia bukan termasuk golonganku
Nomor hadis dalam kitab Sahih Muslim: 2487

Hadis riwaya Sa`ad bin Abu Waqqash ra., ia berkata:
Rasulullah saw. melarang Usman bin Mazh`un hidup mengurung diri untuk
beribadah dan menjauhi wanita (istri) dan seandainya beliau
mengizinkan, niscaya kami akan mengebiri diri
Nomor hadis dalam kitab Sahih Muslim: 2488

Umar Ibnu Khathab Radhiyallahu 'anhu juga pernah mengatakan:
"Janganlah kalian memahalkan mahar, seandainya hal itu dapat
memuliakan kalian di dunia dan akhirat, sesungguhnya Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam merupakan orang yang paling berhak melakukannya.
Sesungguhnya tidaklah beliau memberi mahar kepada para isterinya dan
tidak pula seorang dari putrinya diberi mahar lebih dari 12 uqiyah."
[Hadits Shahih, lihat "Irwaul Ghalil" no. 1927].

Islam Menganjurkan Nikah
Islam telah menjadikan ikatan pernikahan yang sah berdasarkan
Al-Qur-an dan As-Sunnah sebagai satu-satunya sarana untuk memenuhi
tuntutan naluri manusia yang sangat asasi, dan sarana untuk membina
keluarga yang Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan pernikahan
besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan
separuh agama.

Shahabat Anas bin Malik radhiyallaahu 'anhu berkata: "Telah bersabda
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam:

مَنْ تَزَوَّجَ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفَ اْلإِيْمَانِ، فَلْيَتَّقِ
اللهَ فِي النِّصْفِ الْبَاقِى.

"Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh imannya. Dan
hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya
lagi.'"[3][3]. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam
Mu'jamul Ausath (no. 7643, 8789). Syaikh al-Albani rahimahullaah
menghasankan hadits ini, lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah
(no. 625)

Dalam lafazh yang lain disebutkan, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa
sallam bersabda:

مَنْ رَزَقَهُ اللهُ امْرَأَةً صَالِحَةً فَقَدْ أَعَانَهُ اللهُ عَلَى
شَطْرِ دِيْنِهِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي الشَّطْرِ الثَّانِى.

"Barangsiapa yang dikaruniai oleh Allah dengan wanita (isteri) yang
shalihah, maka sungguh Allah telah membantunya untuk melaksanakan
separuh agamanya. Maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam
menjaga separuhnya lagi."[4][4]. Hadits hasan lighairihi: Diriwayatkan
oleh ath-Thabrani dalam Mu'jamul Ausath (no. 976) dan al-Hakim dalam
al-Mustadrak (II/161) dan dishahihkan olehnya, juga disetujui oleh
adz-Dzahabi. Lihat Shahiih at-Targhiib wat Tarhiib (II/404, no. 1916)

Dan sabda beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam:

اَلنِّكَاحُ مِنْ سُنَّتِي فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِي فَلَيْسَ
مِنِّي، وَتَزَوَّجُوْا، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ اْلأُمَمَ، وَمَنْ
كَانَ ذَا طَوْلٍ فَلْيَنْكِحْ، وَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَعَلَيْهِ
بِالصِّيَامِ فَإِنَّ الصَّوْمَ لَهُ وِجَاءٌ.

"Menikah adalah sunnahku. Barangsiapa yang enggan melaksanakan
sunnahku, maka ia bukan dari golonganku. Menikahlah kalian! Karena
sesungguhnya aku berbangga dengan banyaknya jumlah kalian di hadapan
seluruh ummat. Barangsiapa memiliki kemampuan (untuk menikah), maka
menikahlah. Dan barangsiapa yang belum mampu, hendaklah ia berpuasa
karena puasa itu adalah perisai baginya (dari berbagai syahwat)."
[7][7]. Hadits shahih lighairihi: Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no.
1846) dari 'Aisyah radhiyallaahu 'anha. Lihat Silsilah al-Ahaadiits
ash-Shahiihah (no. 2383)

Juga sabda beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam:

تَزَوَّجُوْا، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ اْلأُمَمَ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ، وَلاَ تَكُوْنُوْا كَرَهْبَانِيَّةِ النَّصَارَى.

"Menikahlah, karena sungguh aku akan membanggakan jumlah kalian
kepada ummat-ummat lainnya pada hari Kiamat. Dan janganlah kalian
menyerupai para pendeta Nasrani."[8][8]. Hadits hasan: Diriwayatkan
oleh al-Baihaqi (VII/78) dari Shahabat Abu Umamah radhiyallaahu 'anhu.
Hadits ini memiliki beberapa syawahid (penguat). Lihat Silsilah
al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 1782).

Dari beberapa hadist diatas teranglah bagi kita tidak ada alasan bagi
orang tua untuk menunda atau menghalangi pernikahan anak
gadisnya...karena itu suatu kezholiman dan menentang banyak hadist
rasulullah saw.Menghalangi seorang gadis menikah hanya halal oleh
karena sebab yang diperbolehkan agama seperti misalnya calon si gadis
adalah seorang non muslim,seorang pezina,seorang yang suka memukul
wanita,seorang musrik.Pada hal hal seperti ini halal bahkan wajib
seorang wali menghalangi seorang gadis untuk menikah.

Menghalangi seorang gadis menikah karena si calon suami miskin,sudah
beristri lebih dari satu(poligami),karena sudah tua adalah suatu
keharaman karena tidak sesuai dengan sebab yang diperbolehkan sariat
baik dalam Quran dan hadist.

Juga usia menikah seorang gadis ada masanya...seorang gadis yang sudah
beranjak tua karena dihalangi oleh walinya untuk menikah adalah suatu
kerugian bagi umat Islam dan juga suatu kezholiman.Islam itu
bersaudara.Tidak disebut beriman sampai seorang muslim mencintai
saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri.

Kita tidak tahu kapan kematian terjadi pada seorang gadis .Ada kalanya
yang muda lebih dahulu wafat dibanding yang lebih tua...dan kalau
terjadi anak gadis kita wafat dan belum menikah sementara anak gadis
sudah mempunyai calon dan dilarang oleh orang tua untuk menikah karena
suatu sebab yang tidak sesuai syariat ….maka berdosalah orang tua yang
seperti itu karena al: mencegah lahirnya anak muslim sementara nabi
bangga akan banyaknya umat muslim diakhirat nanti dihadapan para
nabi,membuat si gadis sakit badan daan mental,membuat sigadis tidak
dapat menyempurnakan separoh amalnya (menikah adalah separoh dari
iman).

Semoga tulisan ini dapat menyadarkan kita betapa pentingnya menikah
bagi sigadis dan umat Islam

Monday 3 September 2012

SELAYANG PANDANG POLIGAMI ISLAM

penulis hanya ingin mengajukan data2 tentang poligami,silahkan pembaca menyimak dengan benar,hanya orang-2 yang berakal sehat dan berilmu yang dapat mengamalkan islam dengan benar.

1.hukum islam ada dua yang utama yaitu alquran dan sunah rasul

2.sunah rasul ada yang diperintahkan nabi untuk dikerjakan ada yang tidak,misalnya perintah shalat....shalatlah kamu sebagaimana aku shalat.

3.sunah rasul yang diperintahkan pd umat wajib diikuti,sedang yang tidak diperintahkan tidak wajib diikuti.misal para nabi tidak boleh makan makanan berbau seperti pete,bawang merah,sedang umatnya boleh.nabi boleh pada satu masa beristri 9 sedang umatnya maksimal empat.

4.nabi adalah manusia biasa yang mendekati sempurna berbeda dengan manusia pada umumnya.Jadi yang dikerjakan nabi boleh jadi tidak dapat dikerjakan oleh manusia biasa.Seperti sifat shalat nabi yang lama beliau kalau shalat dalam bacaan surat bada alfatihah nabi terkadang membaca beberapa surat2 panjang semacam albaqarah,almaidah dan anisa.Dapatkah manusia biasa seperti ini?

5.Ghailan,seorang arab jahiliyah,manusia biasa yang akhlaknya belum tentu islami,dan keadilannya terhadap para istri belum tentu ada ,sebelum masuk Islam beristri 9,ketika dia masuk islam nabi perintahkan untuk hanya boleh beristri empat saja,yang lima ghailan ceraikan.Hal ini menunjukkan bahwa poligami dalam Islam itu mudah dan nabi tidak mensaratkan harus adil.

6. alquran dan hadist diturunkan pada manusia agar supaya dapat dikerjakan oleh mayoritas manusia.seperti misalnya perintah shalat awalnya 50 kali dalam sehari semalam.kalau para rasul tentu sanggup menjalankan shalat 50 kali sehari semalam.Manusia biasa tentu tidak dapat,karena hampir setiap jam ada 2 kali shalat.Kalau pelaksanaan amaliyah ayat-2 alquran hanya khusus untuk para nabi Allah swt menyebutkannya dalam quran kalau tidak disebutkan untuk umat.Seperti ayat anisa 129...ya Muhammad...engkau sekali2 tidak akan dapat berbuat adil dst

7.hadist tentang kesenangan nabi Muhammad sendiri.''Allah swt telah menganugerahi pdku 3 hal yaitu:a.kesukaan beliau terhadap shalat b.kesukaan beliau terhadap minyak wangi dan c.kesukaan beliau terhadap para wanita...yg c ini menjelaskan mengapa rasul berpoligami karena beliau sesungguhnya menyukai wanita.

8.wanita dilahirkan dengan cemburu sedang laki2 dilahirkan dengan jihad,sehingga haram laki2 mengikuti kemauan wanita(Allah swt melaknat suami yg tunduk pd istrinya).

9.ketika umat islam menang perang dng yahudi khaibar safiah rha yg waktu itu menjadi tawanan perang muslim sdh akan diperistri oleh seorang sahabat,sahabat yg lain memberitahukan hal ini pd nabi..lalu nabi mendatangi safiah diantar oleh sahabat lain tadi..ketika nabi melihat safiah..nabi memanggil sahabat pertama dan memerintahkannya utk mencari wanita lain kmd safiah diperistri oleh nabi.

10.salah satu tujuan nikah adalah utk menundukkan syahwat..jadi kalau seorang suami menikah baik beristri hanya satu atau lebih tetapi menyiakan hak istri yakni hub suami istri dan hak istri untuk hamil tentu suami itu dzalim,apalagi kalau suami itu misalnya impoten..tidak wajib dia menikah walupun dengan satu istri.

11.Allah swt telah menganugerahkan kelebihan fisik dan kelebihan2 lain utk para nabi,misalnya Muhammad saw dpt mengalahkan ukasah seorang terkuat dalam tentara islam saat itu.nabi musa dpt membunuh seorang mesir dengan sekali pukul.begitu pula nabi muhammad telah diberikan kekuatan shahwat 70 kali lipat dibanding manusia biasa.

12.Dari Alquran dan hadist terdapat data bahwa mayoritas orang Islam tersesat.Bahwa umat nabi akan terpecah jadi 73 golongan...dan hanya satu golongan yang lurus..yakni...yang mengikuti sunah rasul dan para sahabat periode awal Islam.

13.Dalam anisa ayat 3 terdapat kata adil...kata ini bukanlah syarat untuk poligami..tetapi kewajiban berpoligami.Keadilan baru terlihat setelah ybs menjalankan poligami.Seperti misalnya sarat masuk tk adalah membayar uang pangkal,cukup usia...tidak ada disaratkan kewajiban belajar.Artinya masuk tk dahulu baru kemudian terlihat ybs mau belajar atau tidak.Karena masuk tk adalah hak...bukan kewajiban

14.istri nabi...hindun rha..ketika sdh mencapai usia tua dan sudah tidak bergairah lagi berhubungan suami istri dengan nabi...nabi berniat menceraikannya karena nabi masih bergairah utk berhubungan suami istri...karena itu nabi berniat menceraikannya...namun hindun tidak mau...dia berkata pada nabi..wahai nabi saya tahu engkau akan menceraikan aku krn aku sdh tua dan tdk dpt lagi berhubungan dengan tuan...namun saya mohon..janganlah aku engkau ceraikan..krn aku ingin tetap sebagai klg mu ahlul bait disurga nanti...krn itu hari giliranku dimana tuan bermalam(utk berhub suami istri) saya hadiahkan utk aisyah rha.(hindun mengetahui bahwa aisyah dicintai nabi lebih dari para istrinya yang lain)Ini suatu bukti yg nyata bahwa nabi jg manusia..menganggap sex penting dalam pernikahahan.

15..Ada hadist nabi..seandainya Allah swt membolehkan manusia disembah oleh manusia..akan aku perintahkan istri untuk menyembah suaminya karena ketinggian hak suami dibanding hak istri.Dari hadist ini pantaskah seorang suami meminta ijin pada istrinya utk menikah lagi seperti yg disaratkan dalam UU Perkawinan?Hanya orang orang jahiliyah yang berbuat begitu

16.Makna adil (anisa ayat3) dalam poligami adalah dalam urusan kebendaan spt giliran bermalam,nafkah dll.Sedang adil dalam urusan cinta dan kasih sayang bahkan nabipun tidak dapat adil walaupun ingin..(anisa 129)yang dituntut oleh Allah sesuai anisa 129 adalah jangan terlalu berat sebelah sehingga jadi terkatung2...disia2kan..tidak dihargai...seolah2 seperti bukan istri lagi.Sehingga dianggap adil seperti tuntutan dalam anisa 129 adalah selama suami tidak terlalu condong banget pada yg lain..nabi sendiripun ternyata lebih mencintai aisyah rha dibanding istri yang lain... namun tidak sangat terlalu sehingga menyia nyiakan istri2 yang lain.
Bahkan istri2 nabi yang lain pernah protes pada nabi... yang diwakilkan oleh istri nabi.. Zainab rha karena Nabi ternyata lebih mencintai Aisyah di banding yang lain.

17.hadist.... nabi pernah menegur 3 orang sahabatnya yang sewaktu diceritakan tentang amaliyah nabi oleh Aisyah..mereka bertekad...yang satu akan puasa terus..tidak berbuka..sahabat yang satu bertekad shalat terus dan tidak akan tidur...sahabat yang lain akan membujang terus agar lebih fokus beribadah...kemudian nabi Muhammad menegur mereka ...dan berkata..aku juga shalat dan aku juga tidur...aku juga puasa dan aku juga berbuka...dan aku juga kawin dengan para wanita....siapa2 yang tidak suka akan sunahku atau cara hidupku adalah bukan golonganku...

18.hadist..seorang wanita bila dia islam dengan benar..shalat lima waktu...berpuasa ramadhan...menikah...dan taat pada suaminya...pintu surga terbuka dan dia dapat masuk dari pintu mana saja.
Sementara saat ini didunia sudah jelas adanya tentang jumlah wanita yang lebih banyak dari pria.Lalu bagaimana solusinya...ya poligami..kalau.... tidak.... wanita akan sulit masuk surga.

19.Iblis pernah berkata kepada nabi..bahwa salah satu bala tentaraku adalah para wanita.
Mengapa mesti wanita...karena kalau kita lihat sejarah siti Hawa sebagai istri Adam as..wanita pernah berkhianat..tidak taat pada perintah Allah swt..pertama ketika wanita memakan buah terlarang terlebih dahulu dari pada Adam ketika mereka digoda oleh iblis..kedua...siti Hawa menentang perintah Allah yakni agar supaya kakak laki dikawinkan dengan adik perempuan dan kakak perempuan dengan adik laki laki..sehingga terjadilah peristiwa pembunuhan pertama dalam keluarga Adam as.
Iblis tahu bukan bahwa wanita mudah tergoda?

20.hadist...menikah adalah separoh dari iman...juga ada beberapa perintah Alquran pada manusia untuk menikah arrum 21 dan anisa ayat 3.

21,Hadist...ada seorang sahabat yang terlalu tekun beribadah...sehingga dia menyia2kan hak istri untuk berhubungan badan...istrinya melaporkan hal ini kepada nabi Muhammad...nabi menegur sahabat ini..dan memberitahukan bahwa dia mesti memenuhi hak istri untuk berhubungan badan.
Ini menunjukkan bahwa memenuhi hak istri untuk berhubungan badan adalah penting.

22.Hadist...Umat nabi Muhammad yang terbaik adalah yang beristri lebih dari satu.Karena itulah cukup banyak sahabat nabi yang beristri lebih dari satu.seperti Umar bin khatab.

23.Hadist...sedekah yang diberikan suami pada istri atau anaknya berlipat ganda pahalanya dibandingkan pahala memberikan sedekah pada bukan keluarga,seperti untuk mesjid dll.Mengapa begitu..karena sedekah untuk istri dan anak hukumnya wajib sehingga pahalanya berlipat ganda dibanding yang sunah.

24.Hadist...pada suatu masa nabi mendengar bahwa Ali bin abi thalib akan berpoligami dengan putri dari Abu Jahal... paman nabi sendiri....yang posisi Abu Jahal pada saat itu adalah seorang musuh besar Islam karena pertentangannya yang besar dengan Agama Islam..kemudian putrinya Fatimah mengadu pada nabi...setelah shalat... nabi bersabda diatas mimbar di madinah saat itu...'' aku tidak mengharamkan yang halal dan aku tidak menghalalkan yang haram.Aku sendiripun mengerjakannya...poligami...namun putriku fatimah mengadu kepadaku...fatimah adalah darah dagingku...sekali kali tidak aku ijinkan putri seorang musuh besar Islam ( putri dari Abu lahab ) berada dalam satu atap dengan putriku dibawah naungan Ali bin Abi talib.Jadi dari hadist ini nabi tidak melarang poligaminya...namun yang dilarang adalah calon istri Ali yang ternyata putri seorang musuh besar Islam...kalau saja... Ali hendak menikah lagi...berpoligami....dengan seorang wanita yang ayahnya bukan musuh islam tentu nabi membolehkan.

Dari beberapa data diatas kalau kita berpikir dengan jernih dan waras menggunakan akal sehat dapat ditarik kesimpulan tentang halalnya poligami dan keutamaan poligami

Bbudiarto..Cinere sept 2012.

Tuesday 21 August 2012

MAYORITAS KEADAAN MANUSIA MENURUT AL QURAN

Bila kita merujuk kepada Al-Quranul Karim, maka kita akan dapati bahwa keadaan mayoritas umat manusia adalah:
1. Tidak beriman
Allah berfirman:
Sesungguhnya (Al-Quran) itu benar-benar dari Rabbmu, tetapi mayoritas manusia tidak beriman. (Hud: 17)

2. Tidak bersyukur
Allah berfirman:
Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia, tetapi mayoritas manusia tidak bersyukur. (al-Baqarah: 243)

3. Benci kepada kebenaran
Allah berfirman:
Sesungguhnya Kami benar-benar telah membawa kebenaran kepada kalian, tetapi mayoritas dari kalian membenci kebenaran itu. (az-Zukhruf: 78)

4. Fasiq (keluar dari ketaatan)
Allah berfirman:
Dan sesungguhnya mayoritas manusia adalah orang-orang yang fasiq. (al-Maidah: 49)

5. Lalai dari ayat-ayat Allah
Allah berfirman:
Dan sesungguhnya mayoritas dari manusia benar-benar lalai dari ayat-ayat Kami. (Yunus: 92)

6. Menyesatkan orang lain dengan hawa nafsu mereka
Allah l berfirman:
Sesungguhnya mayoritas (dari manusia) benar-benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa ilmu. (al-Anam: 119)

7. Tidak mengetahui agama yang lurus
Allah berfirman:
Itulah agama yang lurus, tetapi mayoritas manusia tidak mengetahui. (Yusuf: 40)

8. Mengikuti persangkaan belaka
Allah berfirman:
Dan jika kamu menuruti mayoritas orang-orang yang ada di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah). (al-Anam: 116)

9. Penghuni Jahannam
Allah berfirman:
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi Jahannam mayoritas dari jin dan manusia. (al-Araf: 179)

10.Allah juga berfirman:
Tetapi mayoritas manusia tidak mengetahui. (al-Araf: 187)

11.Dan Kami tidak mendapati mayoritas mereka memenuhi janji. Sesungguhnya Kami mendapati mayoritas mereka orang-orang yang fasik. (al-Araf: 102)

12/Dan tidaklah beriman bersamanya (Nuh) kecuali sedikit. (Hud: 40)

Rasulullah saw bersabda:
Telah ditampakkan kepadaku umat-umat, maka aku melihat seorang nabi bersamanya kurang dari 10 orang, seorang nabi bersamanya satu atau dua orang, dan seorang nabi tidak ada seorang pun yang bersamanya (HR. al-Bukhari no. 5705, 5752, dan Muslim no. 220, dari hadits Abdullah bin Abbas )

Saturday 18 August 2012

AYAT MELANGGAR PERJANJIAN

Kita sebagai manusia seringkali bersumpah kepada sesama manusia baik dalam bidang bisnis ataupun yang lain.Terkadang kita menyesal atas sumpah yang sudah kita ucapkan atau tuliskan,seperti perjanjian tertulis pada keluarga istri bahwa suami tidak akan berpoligami dan kalau berpoligami harus ini atau itu dsb.
islam adalah agama yang sempurna.Bagaimana solusi Islam untuk melanggar sumpah tersebut?
Didalam al quran surat al maidah 89 terdapat ayat yang berbuny sbb
''Allah tidak menghukum kamu disebabkan oleh sumpah sumpahmu yang tidak disengaja,tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah sumpahmu yang disengaja,maka kafaratnya denda pelanggaran sumpah ialah memberi makan 10 orang miskin,yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan pada keluargamu atau memberi mereka pakaian atau memerdekakan seorang hamba sahaya.Barang siapa yang tidak sanggup melakukannya maka kafaratnya berpuasa tiga hari.Itulah kafarat sumpah sumpahmu apabila kamu bersumpah.Dan jagalah sumpahmu.Demikian Allah menerangkan hukum hukum Nya kepada mu agar kamu bersyukur.''
Demikianlah Islam memang agama yang sempurna.

Thursday 16 August 2012

52 kiat disayang istri

1. Berhiaslah untuk isteri anda sebagaimana anda senang apabila ia berhias
untuk anda.
2. Merayu isteri dan mencandainya.
3. Mempergaulinya dengan lemah lembut dan kasih sayang.
4. Penuhi kesenangannya untuk berbicara dan bercakap-cakap
(bercengkerama).
5. Panggillah isteri dan nama kesukaannya.
6. Jauhilah sikap emosional dan tempramental.
7. Berilah isteri anda rasa aman dan tenang.
8. Membuatnya gembira dengan pemberian yang mengejutkan.
9. Masuklah ke dalam rumah dengan wajah berseri-seri dan tersenyum.
10. Berlemahlembutlah dalam berbicara.
11. Bicarakanlah sesuatu yang menyenangkannya.
12. Memujinya di hadapan keluarga anda dan keluarganya.
13. Menghargai penampilannya.
14. Berikanlah hadiah (romantis) semisal bunga atau selainnya sebagai
penguat cinta diantara keduanya.
15. Hilangkanlah kejenuhan rutinitas sehari-hari dengan bertamasya (rihlah)
atau selainnya.
16. Terimalah kekurangan-kekurangannya karena tidak ada manusia yang
sempurna.
17. Jagalah diri dari perkara-perkara sepele yang dapat bertumpuk menjadi
masalah besar.
18. Bantulah isteri anda dalam urusan-urusan rumah tangga.
19. Jangan kikir dengan perasaan anda. Ekspresikan perasaan anda kepadanya
dengan kelembutan dan kejujuran.
20. Hargai akal dan buah pemikirannya.
21. Selalulah berbaik sangka kepada dirinya.
22. Bangkitkanlah perasaannya bahwa ia adalah wanita yang ideal bagi anda.
23. Bantulah ia meningkatkan kemampuannya.
24. Jagalah perasaannya terutama di saat haidh dan hamil.
25. Bantulah dirinya di dalam mengurusi anak-anak.
26. Hormati keluarganya, berbuat baik kepada mereka dan tidak melarangnya
untuk mengunjungi keluarganya.
27. Makan bersama di rumah atau tempat lain yang tenang dan aman dari
fitnah.
28. Berikan pujian dan sanjungan kepada dirinya.
29. Jagalah rahasianya dan janganlah menyebarkannya.
30. Jagalah hak-haknya dan janganlah menyia-nyiakannya.
31. Berbuat adillah kepada dirinya.
32. Perlakukanlah dirinya dengan baik dan lemah lembut.
33. Bersikaplah realistis dan jadikanlah dirinya sebagai isteri yang ideal bagi
anda.
34. Bekerja sama dengannya di dalam ketaatan kepada Alloh.
35. Janganlah anda terlalu sering meninggalkan dirinya dan rumah.
36. Yang lalu biarlah berlalu dan jangan suka mengungkit-ungkit kesalahan
yang telah berlalu.
37. Jangan memberikan peluang kepada orang lain untuk mencampuri urusan
rumah tangga anda.
38. Jauhi motivasi yang buruk tatkala menikah.
39. Jagalah kesehatannya secara intensif.
40. Ajaklah isteri anda ke dalam kebahagiaan anda.
41. Kirimlah surat kepadanya apabila anda jauh darinya.
42. Jelas dan tidak tergesa-gesa apabila anda meminta sesuatu padanya
sehingga dia faham dan tidak bingung dengan apa yang anda inginkan.
43. Maklumilah kecemburuannya dan maafkanlah.
44. Bantulah dirinya di dalam menghadapi persoalan-persoalan yang
menyusahkan dan membosankan.
45. Ikutilah petunjuk Islam ketika isteri anda berpaling.
46. Jangan menganggap diri anda selalu benar.
47. Mengikuti petunjuk Islam tatkala melakukan hubungan intim.
48. Tidak mendatangi isteri dari dubur atau tatkala haidh.
49. Menjaganya dari pandangan-pandangan jahat manusia.
50. Memberinya anggaran khusus selain biaya hidup sehari-hari.
51. Nikmatilah nikmatnya lupa terutama yang berkaitan dengan musibahmusibah
yang menyedihkan, kesalahan-kesalahan dan perilaku isteri di masa
lalu.
52. Janganlah anda menunggu-nunggu mukjizat, karena isteri anda adalah unik
dengan karakternya dan janganlah anda memaksanya berubah sekehendak
anda. Terimalah dirinya apa adanya, tutuplah mata dari kelemahankelemahannya
dan bukalah mata dari kelebihan-kelebihannya. Insya Alloh
isteri anda akan semakin mencintai anda.
Sumber : Kiat-kiat disayang isteri, Pustaka al-Sofwa, pent. Akhyar ash-Shidiq Muhsin, Lc., E

DEMOKRASI DAN KESESATAN

Allah swt telah mengirimkan nabinya selama berabad-abad dengan maksud untuk memurnikan ajaran agama samawi atau agama dari langit .Allah swt selaku pencipta manusia dan makhluknyalah yang paling memgetahui segala hal yang berkaitan dengan mahluknya,baik dari golongan manusia,jin,iblis,hewan dan tumbuhan.
Sehingga segala macam permasalahan yang telah terjadi dan akan terjadi Allah swt lah yang paling mengetahui(Maha Mengetahui)
Di Dunia sekarang ini terdapat dua sistem cara untuk pengambilan keputusan,baik untuk memutuskan masalah kepemimpinan ataupun untuk mengeluarkan produk hukum.Untuk masalah kepemimpinan ini yang terkenal adalah proses pemilihan pemimpin secara pemungutan suara.proses pemungutan suara inilah yang disebut dengan demokrasi.Dari sisi arti kata adalah demos adalah rakyat dan krasi adalah hukum.Jadi yang paling berkuasa disatu wilayah adalah rakyatnya,bukan pemimpinnya.
Kalau rakyatnya berkeinginan A misalnya,ya harus A yang menang,walaupun keputusan A itu adalah salah besar,ya mesti dijalankan,karena itu adalah kehendak rakyat mayoritas.Jadi dengan kata lain,demokrasi itu adalah suatu mayoritas.
Sementara itu kalau kita merujuk pada beberapa ayat quran akan timbul kontradiksi,karena di dalam al quran Allah swt berkata bahwa sebagian besar manusia ingkar kepada Tuhannya,bahwa sebagian besar manusia tidak taat pada perintah Tuhannya,bahwa sebagian besar manusia sesat dan menyesatkan.
Disini terjadi kontradiksi,dalam sistem demokrasi yang menang adalah suara mayoritas sedang dalam al quran mayoritas adalah sesat.
Sekarang pertanyaannya mana yang benar demokrasi sebagai produk manusia atau Al quran?
tentu saja yang benar adalah dari Allah swt yaitu Al quran.
Inilah bukti autentik tentang haramnya demokrasi.
Didalam Al quran juga Allah swt menerangkan tentang prinsip musyawarah.Didalam prinsip musyawarah hanya wakil-wakil rakyat saja yang berkompeten yang dapat ikut bermusyawarah dalam memilih pemimpin atau mengeluarkan keputusan atau peraturan.
Didalam sistem musyawarah ditentukan lebih dahulu beberapa kriteria( misalnya untuk memilih pemimpin)yaitu ada kriteria utama seperti misalnya jenis kelamin.Pada kriteria utama ini berlaku sistem gugur,misalnya untuk memilih imam shalat,begitu ada kandidat wanita ikut langsung tersingkir karena wanita haram jadi imam shalat.
Setelah itu ditentukan kriteria ke dua,kriteria ketiga dst,ini dapat sistem gugur atau dengan scoring.Pada akhirnya akan muncul hanya satu nama untuk calon pemimpin.
Inilah beda utamanya,pada cara demokrasi yang ikut adalah semua rakyat,sedang pada musyawarah yang ikut adalah hanya wakil-wakil rakyat yang berkompeten.
Penulis ingin menggambarkan beberapa perumpamaan.
1.misalnya kita sakit batuk.dipasaran ada dua macam sirup obat batuk,satu dengan campuran alkohol dan satu lagi tanpa alkohol.Dua duanya sama bertujuan untuk mengobati batuk.mana yang kita pilih?....tentu yang tanpa alkohol lebih halal.
2.Kita kelaparan,butuh makanan,kebetulan ada dua macam daging,satu daging sapi yang halal dan yang satu lagi daging babi.Dua duanya bertujuan sama agar kita kuat badannya.mana yang kita pilih....tentu daging sapi bukan...karena halal
3.Kita ingin menikah,sedang saat itu ada dua wanita,satu gadis dan satu lagi wanita pezina,mana yang kita pilih...dua-duanya bertujuan menikah..tentu gadis yang kita pilih.
4.Kita ingin memilih pemimpin,sedang saat ini ada dua sistem cara...yaitu cara demokrasi dan cara musyawarah....mana yang kita pilih..demokrasi dari manusia..sedang musyawarah dari Allah swt....tentu cara musyawarah yang kita pilih bukan?
Untuk barang haram/jelek ada kaidah dari hadist...kita tidak boleh terlibat didalamnya..misalnya..membelikan..memberi hadiah...membawa....memcatatkan dst
Misalnya minuman alkohol,kita tidak boleh menjual,memberi,menyimpan,membawa
Untuk demokrasi misalnya kita tidak boleh..ikut pemilihan suara...sebagai saksi ....sebagai pencatat...dst
Semoga pembaca dapat menarik manfaat dari tulisan ini.

Saturday 28 April 2012

Shahwat manusia tentang surga nya Allah

Allah swt memang tidak dapat dilihat namun dapat dirasakan adanya.Surga dan neraka Allah tidak dapat dilihat maupun dirasakan keberadaannya.namun kita mengetahui adanya dari al quran dan hadist nabi Muhammad saw.
Didalam al quran dan hadist tersebut Allah swt menetapkan kriteria2 manusia yang masuk surga ataupun masuk neraka.Kriteria2 tersebut dinamai sebagai Hukum Allah atau Hukum Sariat Islam.
Sementara manusia mempunyai hukum2 sendiri,seperti kalau di Indonesia adalah UUD 45 dan UU yang dibuat DPR.
Hukum manusia ini terkadang bertabrakan/meliputi hukum Allah swt.seperti waris, dalam Islam laki2 dua kali bagian perempuan,sedang dalam hukum manusia bagian laki sama dengan perempuan.
Ketika manusia meninggal ingin masuk surga dan tidak ingin masuk neraka,sementara manusia belum pernah melihat ataupun merasakan adanya surga dan neraka.Adanya surga dan neraka manusia hanya percaya dari Al quran dan Hadist.
Sementara didalam al quran dan hadit banyak disebutkan bahwa manusia mayoritas adalah ingkar dan maksiat kepada Allah swt.Bahkan iblis berjanji bahwa dia akan menyesatkan anak adam dari depan, belakang,samping kanan dan samping kiri manusia sehingga hanya sedikit manusia yang taat kepada Allah swt.
Sekarang timbul pertanyaan.Pertanyaannya adalah.Dapatkah manusia masuk surganya Allah swt dan menghindari nerakanya Allah swt dengan menjalankan hukum hukum manusia?
Dapatkah manusia masuk surganya Allah dengan menjalankan hukum waris bagian laki sama dengan bagian perempuan?
Dapatkah manusia masuk surganya Allah dimana hukum Allah melarang perempuan menjadi pemimpin sementara manusia membolehkannya?
Dapatkah manusia masuk surganya Allah dimana hukum Allah mengharamkan demokrasi dan menghalalkan musyawarah?
Tentu jawabannya dari quran dan hadist adalah tidak dapat masuk surganya Allah dengan memakai hukum manusia.Harus memakai hukum Allah swt atau hukum syariat Islam.

Wednesday 22 February 2012

Putusan MK soal anak lahir diluar nikah

Putusan MK tentang anak yang lahir diluar nikah secara Islam Pebruari 2012:
1.mempunyai hubungan perdata dengan ayahnya.Boleh memakai nasab ayahnya.
2.Berhak mendapat waris.
3.berhak menjadi wali nikah kalau anaknya perempuan.

Dari dua tulisan sebelumnya nyatalah sekarang bahwa PUTUSAN MAHKAMAH
KONSTITUSI telah MELANGGAR dan BERTENTANGAN dengan hukum Islam baik
dari Al Quran dan Hadist.
dan wajiblah kiranya semua umat Muslim menentangnya.
Dalam surat Al Maidah 44 - 49 barang siapa yang berhukum tidak dengan
hukum Al quran dan Hadist tapi lebih memilih hukum
manusia/nasiona/KUHP maka distempel Allah swt sebagai orang
KAFIR,MUSRIK,DZALIM.

Status anak yang lahir diluar nikah Islam

Semua madzhab yang empat (Madzhab Hanafi, Malikiy, Syafi?i dan
Hambali) telah sepakat bahwa anak hasil zina itu tidak memiliki nasab
dari pihak laki-laki, dalam arti dia itu tidak memiliki bapak,
meskipun si laki-laki yang menzinahinya dan yang mena-burkan benih itu
mengaku bahwa dia itu anaknya. Pengakuan ini tidak dianggap, karena
anak tersebut hasil hubungan di luar nikah. Di dalam hal ini, sama
saja baik si wanita yang dizinai itu bersuami atau pun tidak bersuami.
Jadi anak itu tidak berbapak. (Al Mabsuth 17/154, Asy Syarhul Kabir
3/412, Al Kharsyi 6/101, Al Qawanin hal : 338, dan Ar Raudlah 6/44.
dikutip dari Taisiril Fiqh 2/828.)Hal ini berdasarkan sabda
Rasulullah: "Anak itu bagi (pemilik) firasy dan bagi laki-laki pezina
adalah batu (kerugian dan penyesalan)." (HR: Al-Bukhari dan Muslim)

Firasy adalah tempat tidur dan di sini maksudnya adalah si istri yang
pernah digauli suaminya atau budak wanita yang telah digauli tuannya,
keduanya dinamakan firasy karena si suami atau si tuan menggaulinya
atau tidur bersamanya. Sedangkan makna hadits tersebut yakni anak itu
dinasab-kan kepada pemilik firasy. Namun karena si pezina itu bukan
suami maka anaknya tidak dinasabkan kepadanya dan dia hanya
mendapatkan kekecewaan dan penyesalan saja. (Taudlihul Ahkam 5/103.)

Dikatakan di dalam kitab Al-Mabsuth, "Seorang laki-laki mengaku
berzina dengan seorang wanita merdeka dan (dia mengakui) bahwa anak
ini anak dari hasil zina dan si wanita membenarkannya, maka nasab (si
anak itu) tidak terkait dengannya, berdasarkan sabda Rasulullah: "Anak
itu bagi pemilik firasy, dan bagi laki-laki pezina adalah batu
(kerugian dan penyesalan)" (HR: Al Bukhari dan Muslim)

Rasulullah telah menjadikan kerugian dan penyesalan bagi si laki-laki
pezina, yaitu maksudnya tidak ada hak nasab bagi si laki-laki pezina,
sedangkan penafian (peniadaan) nasab itu adalah murni hak Allah
Subhanahu wa Ta'ala. (Al Mabsuth 17/154)

Ibnu Abdil Barr berkata, Nabi bersabda, "Dan bagi laki-laki pezina
adalah batu (kerugian dan penyesalan)? Maka beliau menafikan
(meniadakan) adanya nasab anak zina di dalam Islam." (At Tamhid 6/183
dari At Taisir)

Oleh karena itu anak hasil zina itu tidak dinasabkan kepada laki-laki
yang berzina maka :


Anak itu tidak berbapak.


Anak itu tidak saling mewarisi de-ngan laki-laki itu.

Bila anak itu perempuan dan di kala dewasa ingin menikah, maka walinya
adalah wali hakim, karena dia itu tidak memiliki wali.

Rasulullah bersabda, "Maka sulthan (pihak yang berwenang) adalah wali
bagi orang yang tidak memiliki wali?" (Hadits hasan Riwayat Asy
Syafi\'iy, Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah.)

Satu masalah lagi yaitu bila si wanita yang dizinahi itu dinikahi
sebelum beristibra dengan satu kali haidh, lalu digauli dan hamil
terus melahirkan anak, atau dinikahi sewaktu hamil, kemudian setelah
anak hasil perzinahan itu lahir, wanita itu hamil lagi dari pernikahan
yang telah dijelaskan di muka bahwa pernikahan ini adalah haram atau
tidak sah, maka bagaimana status anak yang baru terlahir itu ?

Bila si orang itu meyakini bahwa pernikahannya itu sah, baik karena
taqlid kepada orang yang memboleh-kannya atau dia tidak mengetahui
bahwa pernikahannya itu tidak sah, maka status anak yang terlahir
akibat pernikahan itu adalah anaknya dan dinasabkan kepadanya,
sebagaimana yang diisyaratkan oleh Ibnu Qudamah tentang pernikahan
wanita di masa ?iddahnya di saat mereka tidak mengetahui bahwa
pernikahan itu tidak sah atau karena mereka tidak mengetahui bahwa
wanita itu sedang dalam masa ?iddahnya, maka anak yang terlahir itu
tetap dinisbatkan kepada-nya padahal pernikahan di masa ?iddah itu
batal dengan ijma para ulama, berarti penetapan nasab hasil pernikahan
di atas adalah lebih berhak. (Al-Mughniy 6/455.)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan hal serupa,
beliau berkata, ?Barangsiapa menggauli wanita dengan keadaan yang dia
yakini pernikahan (yang sah), maka nasab (anak) diikutkan kepadanya,
dan dengannya berkaitanlah masalah mushaharah (kekerabatan) dengan
kesepakatan ulama sesuai yang saya ketahui, meskipun pada hakikatnya
pernikahan itu batil di hadapan Allah dan Rasul-Nya, dan begitu juga
setiap hubungan badan yang dia yakini tidak haram padahal sebenarnya
haram, (maka nasabnya tetap diikutkan kepadanya). (Dinukil dari
nukilan Al Bassam dalam Taudlihul Ahkam 5/104)

Semoga orang yang keliru menyadari kekeliruannya dan kembali taubat
kepada Allah Subhanahu wa Ta\'ala, sesungguhnya Dia Maha luas
ampunannya dan Maha berat siksanya.

Media.info.net

Status anak zina (2)

Kami ingin mengajukan beberapa pertanyaan terkait dengan jawaban
Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Al-Makassari tentang "Taubat dari
Perbuatan Zina", sebagai berikut:

1. Apa dalil wajibnya istibra` ar-rahim dari bibit seseorang atas
seorang wanita yang berzina jika hendak dinikahi?

2. Apa dalil tidak bolehnya menasabkan anak hasil zina tersebut kepada
lelaki yang berzina dengan ibunya? Apa dalil tidak bolehnya lelaki
tersebut menjadi wali pernikahan anak itu dan bahwa lelaki tersebut
bukan mahram anak itu (jika wanita)?

3. Jika kedua orang yang berzina tersebut menikah dalam keadaan
wanitanya hamil, bagaimana hukumnya dan bagaimana status anak-anak
mereka yang dihasilkan setelah pernikahan? Apakah mereka merupakan
mahram bagi anak zina tadi dan bisa menjadi wali pernikahannya?

4. Siapa saja yang bisa menjadi wali pernikahan anak zina tersebut?

(Fulanah di Solo)

Jawab:

Alhamdulillah, wash-shalatu was-salamu 'ala Rasulillah, wa 'ala alihi
waman walah.

1. Seorang wanita yang berzina dengan seorang lelaki, keduanya
berstatus pezina selama belum bertaubat dari perzinaan itu. Maka
wanita itu tidak boleh dinikahi oleh siapapun sampai terpenuhi dua
syarat berikut:

a. Wanita itu bertaubat kepada Allah k, dan jika yang hendak
menikahinya adalah lelaki yang berzina dengannya maka juga
dipersyaratkan laki-laki tersebut telah bertaubat. Hal ini berdasarkan
firman Allah k dalam surat An-Nur: 3:

"Laki-laki pezina tidaklah menikahi selain wanita pezina atau wanita
musyrik, dan wanita pezina tidaklah menikahi selain lelaki pezina atau
lelaki musyrik, dan hal itu diharamkan atas kaum mukminin."

b. Wanita tersebut melakukan istibra` yaitu pembebasan rahim dari
bibit lelaki yang telah berzina dengannya. Karena dikhawatirkan lelaki
tersebut telah menanam bibitnya dalam rahim wanita itu. Artinya,
wanita itu hamil akibat perzinaan itu. Maka wanita itu harus melakukan
istibra` untuk memastikan bahwa rahimnya kosong (tidak hamil), yaitu
menunggu sampai dia mengalami haid satu kali karena dengan demikian
berarti dia tidak hamil. Apabila diketahui bahwa dia hamil maka
istibra`-nya dengan cara menunggu sampai dia melahirkan anaknya. Kita
tidak mempersyaratkan wanita itu melakukan 'iddah1 karena sebagaimana
kata Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin t dalam Asy-Syarhul Mumti' (5/215, cet.
Darul Atsar): "'Iddah adalah hak seorang suami yang menceraikan
istrinya. Sedangkan lelaki yang berzina dengannya statusnya bukan
suami melainkan fajir/pezina."

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t berkata dalam Majmu' Fatawa (32/112):
"Al-Istibra` bukan karena hak kehormatan mani lelaki pertama (yang
menzinainya). Akan tetapi untuk hak kehormatan mani lelaki yang kedua
(yang hendak menikahinya), karena tidak dibenarkan baginya untuk
mengakui seseorang sebagai anaknya dan dinasabkan kepadanya padahal
bukan anaknya."

Demikian pula jika ditinjau dari sisi qiyas, Syaikhul Islam berkata
(32/111): "Seorang wanita yang khulu'2 -karena dia bukan wanita yang
dicerai-, dia tidak ber-'iddah dengan 'iddah wanita yang dicerai.
Bahkan dia harus melakukan istibra` (membebaskan rahimnya) dan
istibra` juga disebut iddah. Maka, wanita yang digauli dengan nikah
syubhat dan wanita yang berzina lebih utama untuk melakukan istibra`."

Syaikhul Islam (32/110) juga berkata: "Karena wanita yang berzina
bukanlah istri (yang ditalak) yang wajib untuk melakukan 'iddah. Dan
tidaklah keadaan wanita berzina melebihi keadaan budak wanita yang
harus melakukan istibra` sebelum digauli oleh tuannya yang baru.
Padahal seandainya dia telah dihamili oleh bekas tuannya maka anaknya
dinasabkan kepada bekas tuannya itu. Maka wanita yang berzina (yang
seandainya hamil maka anaknya tidak dinasabkan kepada laki-laki yang
mezinainya) lebih wajib untuk melakukan istibra`."

Adapun dalil-dalil tentang istibra` pada budak wanita adalah:

a. Hadits Ruwaifi' bin Tsabit z, bahwa Rasulullah n bersabda tentang
sabaya (para wanita tawanan perang) pada perang Khaibar:

لَا يَحِلُّ لِامْرِئٍ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ
يَسْقِيَ مَاءَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ –يَعْنِي إِتْيَانَ الْحُبْلَى مِنَ
السَّبَايَا- وَأَنْ يُصِيبَ اْمَرْأَةً ثَيِّبًا مِنَ السَّبْيِ حَتَّى
يَسْتَبْرِئَهَا

"Tidak halal bagi seorang lelaki yang beriman kepada Allah dan hari
akhir untuk menyiramkan air maninya di ladang orang –yakni menggauli
wanita sabaya yang hamil– dan menggauli wanita sabaya yang telah
bersuami sampai wanita itu melakukan istibra`." (HR. Abu Dawud dan
At-Tirmidzi. Dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan dihasankan oleh
Al-Bazzar serta Asy-Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa` 1/201, 5/141, no.
2137. Hadits ini memiliki syawahid/penguat-penguat)

b. Hadits Abu Sa'id Al-Khudri z bahwa Rasulullah n bersabda tentang
para sabaya Authas:

لاَ تُؤْطَأُ حَامِلٌ حَتَّى تَضَعَ وَلَا غَيْرُ ذَاتِ حَمْلٍ حَتَّى
تَحِيضَ حَيْضَةً

"Yang hamil tidak boleh digauli sampai melahirkan, demikian pula yang
tidak hamil sampai haid satu kali." (HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh
Al-Hakim dan Adz-Dzahabi. Namun yang benar sanadnya lemah karena
Syarik bin Abdillah Al-Qadhi hafalannya jelek. Akan tetapi hadits ini
memiliki syawahid/penguat-penguat sehingga dishahihkan oleh Asy-Syaikh
Al-Albani dalam Al-Irwa` no. 187 dan no. 1302)

2. Anak hasil zina tidak dinasabkan kepada lelaki yang menzinai ibu
anak tersebut meskipun kita mengetahui bahwa secara hukum kauni qadari
anak zina tersebut adalah anaknya. Dalam arti, Allah l menakdirkan
terciptanya anak zina tersebut sebagai hasil percampuran air mani
laki-laki itu dengan wanita yang dizinainya. Akan tetapi secara hukum
syar'i, anak itu bukan anaknya karena tercipta dengan sebab yang tidak
dibenarkan oleh syariat, yaitu perzinaan. Permasalahan ini masuk dalam
keumuman sabda Rasulullah n:

الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ

"Anak yang lahir untuk pemilik kasur (artinya, anak yang dilahirkan
oleh istri seseorang atau budak wanitanya adalah miliknya), dan
seorang pezina tidak punya hak pada anak hasil perzinaannya."
(Muttafaq 'alaih dari Abu Hurairah dan 'Aisyah c)

Dengan demikian, jika seorang lelaki menghamili seorang wanita dengan
perzinaan kemudian dia bermaksud menikahinya dengan alasan untuk
menutup aib dan menyelamatkan nasab anak tersebut, maka hal itu haram
atasnya dan pernikahannya tidak sah. Karena anak tersebut bukan
anaknya menurut hukum syar'i. Ini adalah pendapat jumhur (mayoritas)
ulama sebagaimana dalam Al-Mughni (6/184-185) dan Syarah Bulughul
Maram karya Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin t pada Bab 'Iddah wal ihdad wal
istibra`. Dan ini yang difatwakan oleh Al-Lajnah Ad-Da`imah dalam
Fatawa mereka (20/387-389).

Berdasarkan hal ini, seluruh hukum nasab antara keduanya pun tidak
berlaku. Di antaranya:

a. Keduanya tidak saling mewarisi.

b. Lelaki tersebut tidak wajib memberi nafkah kepadanya.

c. Lelaki tersebut bukan mahram bagi anak itu (jika dia wanita)
kecuali apabila lelaki tersebut menikah dengan ibu anak itu dan telah
melakukan hubungan (sah) suami-istri, yang tentunya hal ini setelah
keduanya bertaubat dan setelah anak itu lahir, maka anak ini menjadi
rabibah-nya sehingga menjadi mahram.

d. Lelaki tersebut tidak bisa menjadi wali anak itu dalam pernikahan
(jika dia wanita).

Namun bukan berarti laki-laki tersebut boleh menikahi putri zinanya.
Yang benar dalam masalah ini, dia tidak boleh menikahinya, sebagaimana
pendapat jumhur yang dipilih oleh Syaikhul Islam dan Asy-Syaikh Ibnu
'Utsaimin. Karena anak itu adalah putrinya secara hukum kauni qadari
berasal dari air maninya, sehingga merupakan darah dagingnya sendiri.
Dalil yang paling kuat dalam hal ini adalah bahwasanya seorang
laki-laki tidak boleh menikahi anak susuannya yang disusui oleh
istrinya dengan air susu yang diproduksi dengan sebab digauli olehnya
sehingga hamil dan melahirkan. Kalau anak susuan seseorang saja haram
atasnya, tentu seorang anak zina yang berasal dari air maninya dan
merupakan darah dagingnya sendiri lebih pantas untuk dinyatakan haram
atasnya. (Lihat Majmu' Fatawa, 32/134-137, 138-140, Asy-Syarhul
Mumti', 5/170)

Para ulama menyatakan bahwa seorang anak zina dinasabkan kepada ibu
yang melahirkannya, dan keduanya saling mewarisi. Jadi nasab anak
tersebut dari jalur ayah tidak ada. Yang ada hanyalah nasab dari jalur
ibunya. Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah bahwasanya
suami istri yang melakukan li'an3 di hadapan hakim karena suaminya
menuduh bahwa anak yang dikandung istrinya adalah hasil perzinaan
sedangkan istrinya tidak mengaku lalu keduanya dipisahkan oleh hakim,
maka anak yang dikandung wanita itu dinasabkan kepada ibunya dan
terputus nasabnya dari jalur ayah. Sebagaimana dalam hadits Sahl bin
Sa'd As-Sa'idi z yang muttafaq 'alaih.

3. Jika kedua orang yang berzina tersebut menikah dalam keadaan
wanitanya hamil maka pernikahan itu tidak sah berdasarkan apa yang
telah dijelaskan pada jawaban pertama dan kedua. Hanya saja, kalau
pernikahan itu dilangsungkan dengan anggapan bahwa hal itu boleh dan
sah sebagaimana mazhab sebagian ulama yang berpendapat: "Boleh bagi
seorang lelaki yang menghamili seorang wanita dengan perzinaan untuk
menyelamatkan nasab anak itu dengan cara menikahinya dalam keadaan
hamil, dengan syarat keduanya telah bertaubat dari perzinaan dan
diketahui dengan pasti/yakin bahwa yang menghamilinya adalah laki-laki
itu", maka pernikahan itu dikategorikan sebagai nikah syubhat.
Artinya, pernikahan itu berlangsung dengan anggapan bahwa hal itu
boleh menurut syariat, padahal sebenarnya tidak boleh. Berarti
pernikahan itu tidak mengubah status anak hasil perzinaan tersebut
sebagai anak zina, dia tetap dinasabkan kepada ibunya dan tidak sah
dinasabkan kepada lelaki tersebut. Adapun anak-anak yang dihasilkan
setelah nikah syubhat, status mereka sah sebagai anak-anak keduanya4.
Akan tetapi wajib atas keduanya untuk berpisah ketika mengetahui
hakikat sebenarnya bahwa pernikahan itu tidak sah, sampai keduanya
menikah kembali dengan akad nikah yang benar dan sah, tanpa harus
melakukan istibra` ar-rahim. Ini adalah jawaban Syaikhuna Al-Faqih
Abdurrahman Al-'Adni hafizhahullah wa syafahu.

Dengan demikian, diketahuilah bahwa hubungan antara anak zina tersebut
dengan anak-anak yang lahir dengan nikah syubhat tersebut adalah
saudara seibu tidak seayah, yang berarti mereka adalah mahramnya.
Namun tidak bisa menjadi wali pernikahannya menurut pendapat jumhur,
yang menyatakan bahwa wali pernikahan seorang wanita adalah setiap
lelaki yang merupakan 'ashabah5 wanita itu, seperti ayahnya, kakeknya
dari jalur ayah, putranya, anak laki-laki putranya, saudara
laki-lakinya yang sekandung atau seayah, pamannya dari jalur ayah dan
'ashabah lainnya6.

4. Yang menjadi walinya adalah sulthan. Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin t
berkata dalam Asy-Syarhul Mumti' (5/154): "Yang dimaksud dengan
sulthan adalah imam (amir) atau perwakilannya…. Adapun sekarang,
urusan perwalian ini dilimpahkan oleh pemerintah kepada petugas
khusus."

Di negeri kita, mereka adalah para petugas (penghulu) Kantor Urusan
Agama (KUA). Hal ini berdasarkan hadits 'Aisyah x, Rasulullah n
bersabda:

أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا
بَاطِلٌ … فَإِنِ اشْتَجَرُوا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لَا وَلِيَّ
لَهُ

"Siapa saja wanita yang menikah tanpa izin dari walinya maka
pernikahannya batil…, dan jika para wali berselisih untuk
menikahkannya maka sulthan adalah wali bagi seorang wanita yang tidak
punya wali." (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah, dishahihkan
oleh Abu 'Awanah, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Albani dalam Al-Irwa` (no.
1840) dan guru besar kami Al-Wadi'i dalam Ash-Shahihul Musnad (2/493))

Ash-Shan'ani t berkata dalam Subulus Salam (3/187): "Hadits ini
menunjukkan bahwa sulthan adalah wali bagi seorang wanita yang tidak
punya wali dalam pernikahan, baik karena memang tidak ada walinya atau
walinya ada namun tidak mau menikahkannya7."

Jika ada yang bertanya: Bukankah ibu seorang anak zina dan 'ashabah
ibunya merupakan 'ashabah bagi anak zina itu sebagaimana pendapat
sebagian ulama? Tidakkah mereka dianggap sebagai wali?

Jawabannya: Ibnu Qudamah t dalam Al-Mughni (6/183) menerangkan bahwa
kedudukan mereka sebagai 'ashabah anak zina itu hanya dalam hal waris
semata dan tidak berlaku dalam perkara perwalian nikah. Karena
hubungan nasab mereka hanya melalui jalur ibu, sehingga tidak ada hak
perwalian untuk mereka.

Wallahu a'lam bish-shawab.

1 'Iddah adalah masa penantian yang diatur oleh syariat bagi seorang
wanita yang diceraikan oleh suaminya, yaitu selama tiga kali masa
haid. Adapun jika diceraikan dalam keadaan hamil maka 'iddah-nya
sampai melahirkan.

2 Khulu' adalah perpisahan suami-istri karena permintaan istri yang
disertai dengan pembayaran ganti (harta) dari pihak istri.
3 Li'an adalah persaksian demi Allah yang diucapkan empat kali oleh
masing-masing suami dan istri yang dikuatkan dengan sumpah untuk
pembelaan diri masing-masing, kemudian yang kelima kalinya: disertai
pernyataan dari suami bahwa laknat Allah l atas dirinya jika dia
berdusta menuduh istrinya berzina, dan disertai pernyataan dari istri
bahwa murka Allah l atasnya dirinya jika suaminya benar.
4 Pendapat bahwa anak hasil nikah syubhat sah sebagai anak adalah
pendapat Al-Imam Ahmad, Al-Imam Asy-Syafi'i, dan yang lainnya, dipilih
oleh Syaikhul Islam, Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin, dan Al-Lajnah
Ad-Da`imah. Lihat Al-Mughni (7/288), Majmu' Fatawa (32/66-67),
Asy-Syarhul Mumti' (5/641, cet. Darul Atsar) dan Fatawa Al-Lajnah
(28/387).
5 Yaitu seluruh lelaki yang mewarisi harta wanita itu tanpa ada
ketetapan bagian tertentu, melainkan mewarisi secara ta'shib. Artinya
jika ahlul fardh (ahli waris yang telah ditentukan bagiannya) telah
mengambil haknya maka harta warisan yang tersisa akan diwarisi oleh
'ashabah, atau jika tidak ada ahlul fardh maka mereka yang mewarisi
seluruh hartanya.
6 Lihat mazhab jumhur tentang wali pernikahan seorang wanita dalam
Mukhtasar Al-Khiraqi bersama Al-Mughni (6/319-322), Fathul Bari
(9/187), Nailul Authar (6/120), Subulus Salam (3/185), Asy-Syarhul
Mumti', (5/145-154).
7 Yaitu tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat.

Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 039

Status anak zina dalam hukum Islam

Status anak hasil zina itu bagaimana? "Anak yang lahir untuk pemilik
kasur dan seorang pezina tidak punya hak pada anak hasil
perzinaannya." (HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu
anhu dan Aisyah radhiyallahu anha)

Bismilah, ( الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ ) anak yang dilahirkan oleh sang
istri atau budak wanitanya, jika seorang lelaki menghamili seorang
wanita dengan perzinaan kemudian dia bermaksud menikahinya dengan
alasan untuk menutup aib dan menyelamatkan nasab anak tersebut, maka
hal itu adalah perkara yang haram atasnya dan pernikahannya tidak sah,
karena anak tersebut bukan anaknya menurut hukum syar'i.

Ini adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama sebagaimana disebutkan
dalam Al Mughni 6/184-185 dan Syarah Bulughul Maram karya Asy Syaikh
Ibnu Utsaimin rahimahullahu pada Bab Iddah wal ihdad wal istibra'.

Berdasarkan hal ini, status anak hasil zina seluruh hukum nasab antara
keduanya pun tidak berlaku, diantaranya :

a. Keduanya tidak saling mewarisi.

b. Lelaki tersebut tidak wajib memberi nafkah kepadanya.

c. Lelaki tersebut bukan mahram bagi anak itu (jika dia wanita)
kecuali apabila lelaki tersebut menikah dengan ibu anak itu dan telah
melakukan hubungan (sah) suami-istri, yang tentunya hal ini setelah
keduanya bertaubat dan setelah anak itu lahir, maka anak ini menjadi
rabibahnya sehingga menjadi mahram.

d. Lelaki tersebut tidak bisa menjadi wali anak itu dalam pernikahan
(jika dia wanita).

Akan tetapi bukan berarti laki-laki tersebut boleh menikahi putri
zinanya, sebagaimana pendapat jumhur yang dipilih oleh Syaikhul Islam
dan Asy Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah.

Karena anak itu adalah putrinya secara hukum kauni qodari berasal dari
air maninya, sehingga merupakan darah dagingnya sendiri.

Dalil yang paling kuat dalam hal ini adalah bahwasanya seorang
laki-laki tidak boleh menikahi anak susuannya yang disusui oleh
istrinya dengan air susu yang diproduksi dengan sebab digauli olehnya
sehingga hamil dan melahirkan. Kalau anak susuan seseorang saja haram
atasnya, tentu seorang anak zina yang berasal dari air maninya dan
merupakan darah dagingnya sendiri lebih pantas untuk dinyatakan haram
atasnya. (Lihat Majmu' Fatawa, 32/134-137, 138-140 dan Asy Syarhul
Mumti', 5/170)

Para ulama menyatakan bahwa seorang anak zina (status anak hasil zina)
dinasabkan kepada ibu yang melahirkannya, dan keduanya saling
mewarisi, maka anak yang dikandung wanita itu dinasabkan kepada ibunya
dan terputus nasabnya dari jalur ayah. Wallahu a'lam.

Sebagian ulama ada yang menyebutkan dengan istilah pernikahan syubhat
yakni apabila keduanya telah bertaubat dari perzinaan dan diketahui
dengan pasti atau yakin bahwa yang menghamilinya adalah laki-laki itu
dengan tujuan menyelamatkan nasab anak itu dengan cara menikahinya
dalam keadaan hamil dan anak-anak yang dihasilkan setelah nikah
syubhat, status mereka sah sebagai anak-anak keduanya, akan tetapi
wajib atas keduanya untuk berpisah ketika mengetahui hakikat
sebenarnya bahwa pernikahan itu tidak sah, sampai keduanya menikah
kembali dengan akad nikah yang benar dan sah, tanpa harus melakukan
istibra'.

(lihat Al Mughni 7/288, Majmu' Fatawa 32/66-67, Asy Syarhul Mumti' 5/641).

Wallahu a'lam